Tragedi Gas Air Mata Kanjuruhan, Keluarga Korban: Anak Saya Kayak Diracun

MALANGVOICE – Laga syarat gengsi antara Arema FC melawan Persebaya yang digelar pada Sabtu lalu (1/10), di Stadion Kanjuruhan berujung tragedi.

Stadion yang menampilkan permainan tensi tinggi kedua tim, berganti menjadi gelanggang huru-hara usai peluit panjang berakhirnya pertandingan.

Ratusan suporter Arema FC bergelimpangan lantaran aparat pengamanan bertindak represif cenderung brutal menghalau suporter merangsek ke lapangan. Para suporter yang berada di tribun tak luput dari sasaran petugas.

Bertubi-tubi gas air mata dilontarkan ke arah penonton yang berjubel. Hingga akhirnya mereka saling berdesakan menyingkir dari kepulan asap. Namun mereka terperangkap tatkala pintu tribun dalam keadaan terkunci.

Berdasarkan laporan, tragedi Kanjuruhan mengakibatkan 443 korban luka dan 131 korban meninggal yang di antaranya masih anak-anak. Peristiwa ini pun meninggalkan kisah pilu, terutama bagi keluarga korban meninggal. Tragedi Kanjuruhan menjadi catatan kelam terbanyak kedua dalam sejarah sepak bola dunia.

Baca juga : Saksi Aremania Rasakan Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan Lebih Perih, “Seperti Film Horor”

Baca juga : 35 Orang Diperiksa Polisi Sebagai Saksi, Polisi Hati-hati Tetapkan Tersangka

Baca juga : Anggota Terlibat Tragedi Kanjuruhan, Jenderal Dudung: Mungkin Terpancing Situasi

Agus Atnyo Sulistyo berusaha tegar tatkal mendengar kabar duka. Adiknya, bernama Setyo Hadi Kurniwan meregang nyawa di stadion. Pria 33 tahun itu tewas di tempat setelah terinjak para suporter yang kalang kabut menghindari gas air mata.

“Jam 12 malam saya dapat kabar dari temannya. Langsung saya berangkat ke RS Wava Husada. Jam 3 pagi baru sampai rumah,” kata Agus, warga Desa Sumberejo, Kota Batu itu.

Ia menuturkan, jauh-jauh hari sebelum pertandingan, adiknya sudah memesan tiket. Adiknya berangkat bersama 10 temannya menuju Stadion Kanjuruhan. Agus tak menyangka, laga derby Jawa Timur itu menjadi perjumpaan terakhir dirinya dengan adiknya.

Baca juga : Tragedi Kanjuruhan Telan 174 Nyawa Melayang, Satu Korban Asal Kota Batu

Baca juga : Somasi Aremania Menggugat, Menuntut Pertanggungjawaban Tindakan Represif Aparat

Baca juga : Aremania Layangkan Somasi, Jokowi: Kami Usut Tuntas

Baca juga : Kompolnas Sebut Jumlah Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan Bertambah Jadi 131

“Cuma adik saya yang tak selamat. Kata teman-temannya, adik saya kena gas air mata lalu terjatuh dan terinjak-injak penonton lainnya. Keluarga ikhlas, namanya juga musibah. Mau gimana pun, nyawa adik saya nggak bisa kembali,” ucap Agus tercekat.

Baca juga : Jumlah Korban Tragedi Kanjuruhan Versi Aremania Bisa Lebih dari 125

Baca juga : TGIPF Diisi Mantan Pemain Timnas, Mahfud: Kalau Ada Penyalahgunaan Jabatan Akan Diserahkan ke KPK

Baca juga : Coretan di Dinding Hiasi Stadion Kanjuruhan

Baca juga : Pemerintah akan Salurkan Bantuan Rp50 Juta kepada Korban Tragedi Kanjuruhan

Lain halnya dengan Defri Atok, warga Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Ia begitu terpukul kehilangan dua buah hatinya, Natasha Debi usia 16 tahun dan Nayla Debi usia 13 tahun. Perasaan remuk bercampur marah berkecamuk di benak Defry. Ia pun menuntut pemerintah mengusut tuntas tragedi yang menewaskan kedua putrinya dan ratusan orang.

“Saya lega mendengar Presiden akan mengusut tuntas. Pelaku yang menembakkan gas air mata seperti membunuh. Anak saya kayak diracun. Natasha terlihat hitam keluar darah, di bajunya darah. Pasti sulit bagi anak kecil menyelematkan diri,” ujar Defry saat berada di RSSA Kota Malang menerima santunan dari Presiden RI, Joko Widodo pada Rabu kemarin (5/10).

Saat laga Arema FC melawan Persebaya, kedua buah hatinya berada di tribun 13. Tempat terparah yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan karena terperangkap gas air mata. Peristiwa kelam tersebut membuat dirinya trauma.

“Ya trauma, dulu saya total Aremania, setelah kejadian ini saya lihat Arema sudah capek, kecewa, TV saya pukul kalau ada sepak bola,” katanya.(der)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait