Kapolri Sebut Tragedi Kanjuruhan Kelalaian Penyelenggara, 20 Polisi Jalani Pemeriksaan Internal Kode Etik

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. (Deny/MVoice)

MALANGVOICE – Institusi Polri melakukan dua langkah sekaligus, yakni proses pidana dan pemeriksaan internal anggota kepolisian mengusut tragedi Kanjuruhan.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit menyampaikan, ada 31 personel Polri yang menjalani pemeriksaan internal. Terdapat 20 personel yang terindikasi melanggar berdasarkan bukti-bukti dan selanjutnya diproses pertanggung jawaban etik.

Listyo menyebutkan 20 personel itu terdiri dari 4 pejabat utama Polres Malang, yaitu AKBP FH, Kompol WS, AKP BS dan Iptu BS. Selanjutnya pengawas dan pengendali sebanyak 2 personel yakni AKBP AW dan AKP D. Kemudian atasan yang memerintahkan penembakan gas air mata sebanyak 3 personel yakni AKP H, AKP US dan Aiptu BP. Serta 11 personel yang menembakkan gas air mata.

“Polri melakukan investigasi, beberapa hal yang dilakukan, pendalaman CCTV di lokasi kejadian, visum korban dan ditemukan selongsong gas air mata. Ada 11 penembak gas air mata, ditembakkan 7 kali ke tribun selatan, ke tribun utara 1 kali dan 3 tembakan ke lapangan,” ungkap Listyo.

Baca juga : Kapolri Ungkap Fakta Penyelidikan Tragedi Kanjuruhan

Baca juga : Kapolri Bongkar Peran Enam Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Jumlah Bisa Bertambah

Baca juga : Panjatkan Doa di Tengah Guyuran Hujan, Sutiaji: Tunjukkan Semangat Tak Pernah Padam

Baca juga : UMM Somasi LIB dan Panpel Terkait Tragedi Kanjuruhan

Tidak menutup kemungkinan, kata Listyo jumlah personel yang melakukan pelanggaran bisa bertambah. Saat proses penyidikan, pihak kepolisian memeriksa 48 saksi, meliputi unsur panpel sebanyak 3 orang, Polri 26 personel, penjaga pintu (steward) 8 orang, 6 orang di sekitar stadion dan 5 korban.

Listyo menjelaskan, gas air mata dilontarkan untuk menghalau banyaknya penonton yang turun merangsek masuk ke lapangan. Gas air mata yang diarahkan ke tribun penuh kerumunan memicu kepanikan suporter.

Apalagi ada kendala akses keluar di pintu tribun 3, 11, 12, 13 dan 14. Terlebih saat itu ada penumpukkan massa sehingga terjadi desak-desakan lantaran pintu keluar tidak dibuka sempurna. Hingga mengakibatkan jatuhnya korban luka-luka bahkan meninggal lantaran terinjak-injak.

“Dari olah TKP, terdapat besi melintang setinggi 5 cm mengakibatkan suporter terhambat. Seharusnya 5 menit sebelum berakhir seluruh pintu harus terbuka sempurna. Namun tidak dibuka sepenuhnya. Penjaga pintu juga tidak ada di tempat. Berdasarkan pasal 21 regulasi keselamatan dan keamanan PSSI, seharusnya steward berada di tempat,” urai dia.

Baca juga : Pemberi Perintah Tembakan Gas Air Mata Jadi Tersangka Bersama Lima Orang Lain

Baca juga : Aremania dan Bonek Bersatu di Gate 13

Baca juga : Giring Angkat Bocah Yatim Piatu Korban Tragedi Kanjuruhan Jadi Anak Asuh

Baca juga : Tragedi Gas Air Mata Kanjuruhan, Keluarga Korban: Anak Saya Kayak Diracun

Listyo menilai tragedi kelam dalam sejarah sepak bola itu, tak lepas dari kelalaian penyelenggara kompetisi hingga panpel pertandingan Arema FC melawan Persebaya. PT Liga Indonesia Baru (LIB) menolak rekomendasi keamanan Polres Malang agar jam pertandingan diajukan ke sore hari. Mengingat laga itu memiliki tensi tinggi. LIB menolak rekomendasi itu karena faktor ekonomi dan menghindari sanksi denda penyiaran.

“Kemudian, Polres Malang menambah personel pengamanan dari 1.073 personel menjadi 2.034 personel. Dan disepakati hanya suporter tuan rumah Aremania saja,” imbuh dia.

Baca juga : Anggota Terlibat Tragedi Kanjuruhan, Jenderal Dudung: Mungkin Terpancing Situasi

Baca juga : Saksi Aremania Rasakan Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan Lebih Perih, “Seperti Film Horor”

Baca juga : 35 Orang Diperiksa Polisi Sebagai Saksi, Polisi Hati-hati Tetapkan Tersangka

Baca juga : Somasi Aremania Menggugat, Menuntut Pertanggungjawaban Tindakan Represif Aparat

Baca juga : Aremania Layangkan Somasi, Jokowi: Kami Usut Tuntas

Lebih lanjut, Listyo menambahkan, LIB tidak melakukan verifikasi aspek keamanan Stadion Kanjuruhan. Verifikasi terakhir yang dikeluarkan pada 2020 padahal harus perbaikan terutama menyangkut aspek keamanan dan keselamatan. Terlebih, saat laga jumlah penonton melebihi kapasitas dari seharusnya 38 ribu membludak jadi 42 ribu. Selain itu, panitia pertandingan tidak menyiapkan rencana darurat penanganan situasi khusus, sebagaimana diatur pasal 8 regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021.

“Berdasarkan gelar perkara dan bukti yang cukup Direktur LBI Ahmad Hadian Lukita ditetapkan tersangka ,” ujar Listyo.

Selain Direktur LBI, polisi menetepkan lima tersangka lainnya yang patut bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan. Yakni Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris yang tidak menyusun dokumen keselamatan dan keamanan terlebih terjadi over kapasitas penonton. Berikutnya Security Officer Suko Sutrisno (SS) yang tidak menyusun analisis penilaian resiko pertandingan.

“SS menyuruh steward meninggalkan pintu tribun. Seharusnya steward steward stand by 5 menit membuka gerbang sebelum laga usai,” kata dia.

Baca juga : Pasca Tragedi Kanjuruhan, Jokowi Perintahkan Audit Seluruh Stadion

Baca juga : Jokowi: FIFA Siap Membantu Tata Kelola Persepakbolaan Indonesia

Baca juga : TGIPF Diisi Mantan Pemain Timnas, Mahfud: Kalau Ada Penyalahgunaan Jabatan Akan Diserahkan ke KPK

Tragedi Kanjuruhan juga menyeret tiga anggota polisi ditetapkan sebagai tersangka. Yakni Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki 3 Yon Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidiq. Seluruh tersangka dikenakan pasal 359 dan pasal 360 KUHP dan pasal 103 ayat 1 jo pasal 52 UU 11 tahun 2022 tentang keolahragaan.

“Kabag Ops Polres Malang, yang bersangkutan mengetahui aturan FIFA larangan gas air mata, namun tidak ada upaya pencegahan. Danki 3 Yon Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidiq, keduanya memerintahkan anggotanya menembakkan gas air mata. Pastinya Polri juga akan berkoordinasi dengan Kejati Jatim dan Kejari setempat untuk mempercepat proses hukum,” ungkap dia.(der)