Ancaman Bencana Mengintai Kota Batu Meskipun Skor IRB Turun

MALANGVOICE – Skor indeks risiko bencana (IRB) Kota Batu turun menjadi 98,56 di tahun 2021, sedangkan 2013 hingga 2020 lalu, skornya masih 134. Berkaitan hal itu, peringkat Kota Batu sebagai daerah rawan bencana turun. Sebelumnya berada di posisi 131 turun menjadi 465 dari 514 kabupaten/kota se Indonesia.

Sekalipun skor IRB menurun, upaya antisipasi kerentanan bencana tetap perlu ditingkatkan. Mengingat, dari segi topografi Kota Batu menyimpan potensi bencana yang dapat terjadi kapan saja. Berdasarkan statistik tahun 2021, bencana yang menimpa sebanyak 152 bencana. Berikutnya, hingga Oktober 2022 terjadi sebanyak 110 bencana.

Hal itu dituangkan dalam sambutan Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko saat Apel Gelar Pasukan Menghadapi Musim Hujan 2022-2023. Apel kesiapsiagaan darurat bencana itu digelar di halaman Balai Kota Among Tani Kota Batu (Rabu, 3/11).

Baca juga: JC Perkara Korupsi Mantan Bupati Malang Beberkan Fakta-fakta Dalam Persidangan

Baca juga: Kuatkan Komitmen Ramah Anak, Disdikbud Pemkot Malang Bentuk Satgas Anti-Bully

Baca juga : Cegah Lonjakan Kasus DBD, Upaya PSN Digencarkan

Baca juga: Pacu Penurunan Skor IRB, Kapasitas Personel BPBD Kota Batu Ditingkatkan

“Besok (Kamis, 4/11), tepat satu tahun peristiwa banjir bandang di Desa Bulukerto. Peristiwa itu menelan korban 7 korban jiwa dan merusak sejumlah bangunan rumah. Dari situ, kita belajar menyiapkan langkah mitigasi agar bencana itu tak terulang,” ujar Dewanti.

Berdasarkan jenisnya, Kota Batu didominasi bencana hidrometeorologi dan sebagian kecil bencana geologi. Pada 2021, bencana hidrometeorologi sebesar 98 persen dan 2 persen bencana geologi. Begitu juga di tahun 2022 bencana hidrometeorologi mendominasi. Rinciannya tanah longsor 55 persen, banjir 27 persen dan angin kencang 18 persen.

Menghadapi ancaman bencana pada musim hujan, Kota Batu menetapkan status siaga darurat bencana mulai 4 Oktober hingga 30 April 2023. BMKG memprakirakan puncak musim hujan terjadi pada Januari 2023. Penetapan status tersebut, disertai pula dengan pembentukan Tim Komando Pelaksana Penanganan Darurat Bencana melibatkan unsur pentahelix.

Baca juga: Pembangunan Rumah Baru Warga Terdampak Banjir Bandang Dikebut

Baca juga: Inventarisasi Potensi Bencana, BPBD Kota Batu Susun RPB Lima Tahunan

Baca juga: Anggaran Daerah Rawan Bencana Masih Minim

Baca juga: Hadapi Ancaman Bencana 2022, BPBD Kota Batu Siapkan Anggaran Rp1 Miliar

Untuk mengurangi risiko dampak bencana, tim tersebut menyusun rencana kontijensi dan mitigasi dengan mempersiapsiagakan perangkat daerah dan seluruh elemen masyarakat. Dilanjutkan pula dengan pembagian dalam delapan klaster pembagian tugas untuk memudahkan dan mempercepat penanganan. Pembagian klaster meliputi kesehatan, pencarian dan penyelamatan, logistik, pengungian dan perlindungan, pendidikan, sarpras, ekonomi, dan pemulihan dini.

“Upaya menekan kerentanan risiko bencana dilakukan langkah peningkatan kapasitas daerah. Berikutnya mendata populasi penduduk yang bermukim di daerah rawan bencana. Termasuk juga menentukkan daerah mana yang masuk kategori rawan. Serta mengedukasi dan memberikan simulasi pelatihan bagi masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana,” papar Dewanti.

Kepala BPBD Kota Batu, Agung Sedayu menyebutkan total jumlah personel gabungan sebanyak 337 personel dalam status siaga darurat bencana. Perlu diketahui, wilayah Kota Batu memiliki beberapa potensi ancaman bencana. Diantaranya, tanah longsor, banjir, kebakaran hutan dan gedung. Untuk potensi banjir bandang di Desa Bulukerto dimungkinkan dapat terjadi kembali.

Dia menyampaikan bahwa hasil susur sungai yang dilakukan tim gabungan dari Perhutani dan personel BPBD ditemukan adanya kayu-kayu pohon di sepanjang 5,9 kilometer. Kondisinya, tidak menumpuk atau berserakan. Sehingga peningkatan kesiapsiagaan dan koordinasi lintas sektoral yang melibatkan unsur pentahelix dilakukan.

“Kemungkinan, tapi saat pengamatan beberapa hari lalu, belum membentuk bendung alam, kalau banjir bandang dikhawatirkan ada bendung alam terjadi, jebol. Posisinya tidak menumpuk atau berserakan. Kami melihatnya akar pohon-pohon itu tercerabut. Bukan pembalakan liar dalam bentuk potongan-potongan, itu akarnya terlihat dari dokumentasi yang kami terima,” katanya.

Kemudian, medan sulit menuju lokasi tidak memungkinkan untuk menyingkirkan kayu pohon-pohon yang jauh. Bila kayu-kayu dipindahkan ke tepi sungai juga memungkinkan untuk jatuh ke bawah kembali.

“Medannya sangat sulit, perjalanannya saja 3,5 jam menuju salah satu titik, dan tebingnya 20 meter kanan-kiri. Jadi kayu-kayu itu kalau kita pindahkan ke samping-samping kemungkinan akan jatuh lagi, kalau kami potong resiko terbawa air kecil ke rumah penduduk warga,” katanya.

Kemudian, cara lain yang akan dilakukan untuk menyingkirkan kayu-kayu pohon tersebut dengan menyuntikkan obat tanaman untuk mempercepat pelapukan. Namun, proses tersebut membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Sementara prediksi puncak musim hujan akan terjadi pada Januari 2023 mendatang.

“Solusi alternatif, kita akan uji coba menyuntikkan untuk mempercepat pelapukan, tapi proses kalau sudah disuntik butuh waktu tiga bulan,” katanya.(end)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait