Puncak Musim Kemarau, Waspada Dua Rawan Bencana di Kota Batu

Faktor manusia salah satu pemicu terjadinya karhutla. Seperti tindakan membakar lahan untuk membuka lahan garapan baru diperuntukkan pertanian. (MVoice/BPBD Kota Batu)

MALANGVOICE – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau terjadi bulan Agustus. Sehingga kerawanan yang memicu peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) perlu diantisipasi.

BPBD Kota Batu mulai mengambil ancang-ancang gna menanggulangi bencana yang bisa saja terjadi di tengah-tengah puncak musim kemarau tahun ini.

Baca juga : Pacu Penurunan Skor IRB, Kapasitas Personel BPBD Kota Batu Ditingkatkan

Kepala BPBD Kota Batu, Agung Sedayu menyatakan, bencana alam yang sering terjadi di Kota Batu saat kemarau adalah kebakaran hutan dan angin puting beliung.

“Untuk mengantisipasi kebakaran hutan kami sudah berkoordinasi dengan Perhutani. Sehingga, ketika ada laporan timbulnya titik api, kami tinggal action saja,” ujar Agung.

Baca juga : Masuk Semester Pertama, Anggaran Rekonstruksi dan Rehabilitasi BPBD Kota Batu Menipis

Dia mengungkapkan, untuk titik lokasi yang paling rawan terjadi karhutla berada di kawasan Gunung Panderman dan Arjuno. Sementara, untuk penyebab karhutla sendiri, dia mengatakan ada sejumlah faktor yang mempengaruhi. Diantaranya adalah faktor manusia dan faktor alam.

“Untuk faktor alam, biasanya karena kondisi sudah benar-benar kering. Dibarengi adanya hembusan angin, sehingga menyebabkan gesekan ranting-ranting. Karena gesekan itu, timbullah percikan api, sehingga menyebabkan karhutla,” papar Agung.

Baca juga : Inventarisasi Potensi Bencana, BPBD Kota Batu Susun RPB Lima Tahunan

Baca juga : Kota Batu Ditimpa 152 Kejadian Bencana, Bumiaji Terbanyak

Meski begitu, kata Agung, penyebab utama karhutla di Kota Batu adalah faktor manusia. Contohnya seperti membuang putung rokok sembarangan serta tidak dimatikan secara sempurna bekas api unggun. Selain itu bisa juga disebabkan ulah manusia yang melakukan pembakaran untuk membuka lahan baru. Pembukaan lahan baru diperuntukkan untuk aktivitas pertanian.

“Kata mereka membuka lahan dengan dibakar bisa membuat lahan semakin subur. Namun, banyak petani saat melakukan cara itu tidak mampu mengendalikan kondisi api,” imbuh Agung.

Baca juga : Hadapi Ancaman Bencana 2022, BPBD Kota Batu Siapkan Anggaran Rp1 Miliar

Baca juga : Penanganan Banjir di Kota Batu Butuh Pemetaan Jaringan Drainase

Selain karhutla, bencana angin puting beliung rawan terjadi saat puncak musim kemarau. Peristiwa angin puting beliung tersebut, sering terjadi di kawasan Sumber Brantas. Karena di kawasan itu jarang ditumbuhi tanaman tegakan untuk memecah gelombang angin.

Menindaklanjuti hal itu, BPBD Kota Batu bersama lintas sektor melakukan langkah mitigasi berupa penanaman pohon. Serta memasang early warning sistem (EWS) untuk deteksi dini munculnya angin puting beliung.

Baca juga : Potensi Ancaman Bencana Tinggi, BPBD Kota Batu Diusulkan ‘Naik Kelas’

Namun, lanjutnya, jika kondisi angin puting beliung diliputi oleh lapisan tanah yang berterbangan. Lebih baik masyarakat langsung melakukan evakuasi mandiri ke tempat yang lebih aman. Karena jika ada lapisan tanah yang berterbangan, maka mengganggu jarak pandang dan saluran pernafasan.

“Selain itu, kami sudah melakukan pelatihan kepada masyarakat perihal kebencanaan. Jika ada angin puting beliung, lebih baik masuk ke dalam rumah. Ini untuk menghindari masyarakat terkena barang-barang yang berterbangan,” katanya.(der)