Penanganan Banjir di Kota Batu Butuh Pemetaan Jaringan Drainase

Tim BPBD Kota Batu dibantu warga membersihkan material banjir yang meluber ke badan jalan di Dusun Banaran, Desa Bumiaji. Banjir tersebut disebabkan karena saluran drainase tak mampu menampung air saat hujan intensitas tinggi (BPBD Kota Batu/Malangvoice)

MALANGVOICE – Setiap datangnya musim penghujan, sejumlah titik di Kota Batu selalu digenangi luapan air. Luapan air tersebut berasal dari saluran drainase yang tak berfungsi optimal karena sumbatan sampah yang mengganggu aliran. Alhasil, daya tampung yang timpang, membuat air meluber hingga ke badan jalan.

BPBD Kota Batu memetakan, daerah rawan banjir berada di Kecamatan Batu yang notabene wilayah padat pemukiman. Merujuk pada hasil pemetaan itu, potensi banjir di Kecamatan Batu karena wilayah ini berada pada posisi cekungan dan beberapa aliran drainase mengalami sumbatan.

Anggota Komisi C DPRD Kota Batu, Sujono Djoenet berpendapat, selain karena persoalan sampah, sistem jaringan drainase di Kota Batu belum digarap secara baik. Pembangunan drainase belum terintegrasi dengan saluran primer, mengingat, secara geografis Kota Batu dilintasi aliran Sungai Brantas. Sehingga dari saluran drainase bisa dialirkan ke Sungai Brantas sebagai muara dari segala penjuru.

“Yang bisa dimanfaatkan untuk menampung sekian ribu kubik air. Hanya saja, belum terhubung ke saluran primer itu (Sungai Brantas). Idealnya perencanaan tata kota, apalagi sebagai kota pariwisata, harus aman dari peristiwa semacam banjir,” papar Djonet.

Ia menambahkan, sistem drainase harus diperhitungkan secara cermat. Sehingga perlu penataan berbasis data jaringan drainase. Tanpa dilandasi hal itu, sulit mengendalikan banjir seperti yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir ini.

Di satu sisi, ia menambahkan, daerah tangkapan air ini sangat penting untuk menjaga ketersedian air tanah. Ditinjau lebih luas lagi, Kota Batu ini dikelilingi areal hutan sebagai area-area resapan air. Hutan tersebut menjadi bagian dari ruang terbuka hijau.

Seiring dengan perkembangannya, wilayah Batu bagian utara banyak mengalami perubahan. Alih fungsi lahan ini berdampak pada merosotnya daerah tangakapan air. Daerah tangkapan air yang makin terkikis membawa dampak pula terjadinya sedimentasi pada aliran sungai.

“Akhir-akhir ini sering terjadi banjir-banjir kiriman. Artinya ada PR untuk melihat keadaan terkini di bagian utara yang berada di ketinggian. Ada kegiatan apa di bagian atas kok sampai meluber ke bawah?” urai Ketua Fraksi Nasdem DPRD Kota Batu itu.

Lebih lanjut, ia berpendapat, penataan taman di tengah kota juga harus diperjelas. Taman kota yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH), maka pengerasan area harus dilakukan seminim mungkin.

“Bagian dasar tak semuanya di paving. Sehingga ada area resapan air. Dalam konteks RTH ini, maka harus ditentukan, mana yang dijadikan untuk area resapan. Misal Jalan Munif, itu kawasan RTH. Sebagai sebuah taman tak butuh banyak pengerasan,” papar dia.

Sementara itu, Kepala Seksi Pembangunan dan Pemeliharaan Drainase DPUPR Kota Batu Agung Kuntoro mengatakan bahwa pihaknya sementara ini masih belum memiliki data base terkait sistem aliran drainase secara menyeluruh di Kota Batu.

Lebih lanjut, Agung menerangkan bahwa tahun lalu pihaknya sebenarnya telah mencari rekanan untuk melakukan pemetaan data base terkait drainase di Kota Batu. Tapi diungkapnya masih belum ada yang mumpuni untuk penggarapan data base.

“Untuk data base terkait pemetaan drainase belum ada. Namun kalau secara manual kami sudah memetakan di daerah rawan kami sudah ada. Sehingga ketika ada saluran tersumbat penanganannya masih manual,” jelasnya.(der)