Museum HAM Munir, Menjaga Prinsip Universal Kemanusian

Museum HAM Munir didirikan di aset lahan milik Pemkot Batu seluas 2.200 meter persegi. (MVoice/M. Noer Hadi)

MALANGVOICE – Museum HAM Munir rampung dibangun pada 2021 lalu. Gedung ini berada di atas lahan milik Pemkot Batu seluas 2.200 meter persegi berada di Kelurahan Sisir. Pembangunannya menelan biaya Rp8,2 miliar didukung Pemprov Jatim.

Peletakan batu pertama tanda dimulainya pembangunan dilakukan pada 8 Desember 2019 lalu. Tanggal itu dipilih karena tepat dengan hari kelahiran Munir Said Talib, tokoh perjuangan HAM yang tewas dibunuh. Kasusnya pun masih menggantung hingga kini. Meski telah tiada, namanya tetap lestari sebagai ikon perjuangan HAM di Indonesia.

Istri mendiang Munir, Suciwati berharap, berdirinya Museum HAM Munir menjadi tonggak dan sumber cahaya yang membuka mata mata semua pihak terutama generasi muda agar melek terhadap HAM. Serta sebagai omah pepeling karena pelanggaran HAM masih terjadi dan menimpa siapa saja.

“Pembangunan museum sebagai pusat edukasi HAM bagian rencana panjang yang sudah lama dibicarakan. Ini dedikasi negara melalui Pemkot Batu terhadap perlindungan HAM,” ucap dia saat penandatangan perjanjian kerja sama antara Yayasan HAM Omah Munir dan Pemkot Batu (Senin, 28/11).

Baca juga:

Puluhan Santri di Malang Raya Ramaikan LBKK VI 2022

Jalur Penghubung Batu-Malang Ambles, Perbaikan Ditargetkan Rampung Akhir Tahun

Linmas di Kota Malang Diminta Aktif Laporkan Peredaran Rokok Ilegal

Stadion Kanjuruhan Dibagi Sistem Zona, Wajib Single Seat

Kerja sama kedua belah pihak itu terkait pengelolaan Museum HAM Munir. Pengelolaannya diberikan kepada Yayasan HAM Omah Munir. Suciwati selaku pengurus yayasan menuturkan, pihaknya akan berkoordinasi lebih lanjut berkaitan dengan properti-properti apa saja yang akan ditampilkan dalam museum.

“Untuk peresmiannya belum karena belum sepenuhnya tuntas. Ada beberapa hal untuk rencana pengisiannya. Antara lain, penegakan, promosi hingga tokoh-tokoh HAM yang akan ditampilkan dalam museum,” urai dia.

Bangunan museum dirancang arsitek Achmad Tardiyana, pemenang sayembara arsitektur yang digelar Yayasan Omah Munir. Gedungnya dirancang ramah difabel dan memiliki kapasitas 500 pengunjung. Selain itu, juga disediakan ruang bermain anak bertema HAM.

Hadirnya Museum HAM Munir juga memberikan kebanggan bagi Kota Batu. Mengingat satu-satunya daerah di Indonesia bahkan Asia Tenggara yang memiliki museum HAM. Selain itu, museum tersebut bukan sekedar pada aspek fisik bangunan. Melainkan pula suatu upaya memanggil memori semua orang tentang prinsip universal kemanusiaan.

“Museum HAM Munir bisa menjadi sarana rekreasi literasi dan edukasi bagi masyarakat luas. Masyarakat bisa mengetahui bagaimana sejarah perjalanan demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia,” ujar Suci.

Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko mengaku sangat bangga dengan berdirinya Museum HAM di Kota Batu. Ia berharap nantinya Museum HAM bisa dijadikan fasilitas pembelajaran karena menurutnya mempelajari HAM sejak dini bisa meningkatkan sikap toleransi setiap individu.

“Penandatanganan kerja sama ini bisa menjadi awal yang baik untuk mengenalkan pendidikan HAM di Kota Batu. Mari kita mengelola museum ini dengan baik, semua sekolah di Kota Batu mulai dari SD, SMP dan SMP harus dikenalkan dengan nilai HAM,” seru Dewanti.(der)