Dibawah Kibaran Daster
Dalam kibaran daster itu
Kau melambai-melambai
Menggoda genit
Mengerlingkan kedipan nakal
Hipnotis diriku untuk datang
Menarik ke dalam bilik syahwatmu
Masih dalam kibaran dastermu
Memperlihatkan lekuk tubuhmu
Merayu untuk memasukinya
Menyeruak dengan berahi
Kau dekatkan bibirmu ke telinga ini
“Maukah kau kuperlihatkan surga dunia sebenarnya?”
Bersamaan daster itu jatuh lunglai tertiup angin
Surabaya, Juni 2017
Juru Bicara Bumi
Jam Weker, Tong sampah
Membisu diam
Burung gagak berkoar-koar
Tanpa makna
Dedaunan bergugur
Berserakan tak berarti
Mereka diam tercampakkan
Mulut mereka terkunci
Siapakah yang bisa memaknai mereka?
Hanya manusia bersyair yang memahami mereka
Itulah gunanya sorang penyair
Dia yang mengerti benda hidup dan mati
Kata-katanya adalah juru bicara planet ini
Pekanbaru, Mei 2017
Rapuh
Pada hari panjang yang lelah
Sepasang tangan merengkuh
Merangkul surga
Senja bertabur pelangi
Ia bagai pelacur tua murahan
Menertawakan saat kita telanjang
Terasa kejam tapi kau tetap kembali
Karena hanya dia menerima
Dirimu yang rapuh
Surabaya, Juni 2017
Mereka Ingin Aku Menjadi Rembulan
Gemuruh badai menggelepar
Hantu-hantu bodoh berkelebatan
Melewati malam dengan pedih
Bersenadung pilu
Memekakkan gendang telinga
Kepak-kepak sayap merpati
Terluka tertusuk nyeri
Manusia-manusia itu berlari
Mengejar mimpi semu
Mereka meminta berubah menjadi matahari
Memohon menjelma bagikan rembulan
Gaduh negara ini membara
Membakar kota asing itu
Tanpa sisa tertiup raib
Jejak tersapu angin mamiri
Tertelan lenyap dalam perut bumi
Ada petir dijantung ini
Ingin menyalak keluar
Akan kutunjukkan siapa diriku yang sebenarnya
Surabaya, Juni 2017
Pemulung Kesedihan
Apakah itu kebahagian?
Kau tak dapat merasakannnya
Semua tak sama dan semu
Tiap zaman memiliki kadar bahagianya sendiri-sendiri
Perihal itu bisa kau temukan itu dipojok kota itu
Berserakan tercecer
Kita adalah pemulung kesedihan
Memunguti sisa-sisa kejayaan
Menampung airmata kesepian
Menyimpan duka lara
Menyemai benih pedih
Sudahlah
Jangan kau ceritakan gelisah itu lagi
Diam dan mati kau disana
Surabaya, Juni 2017
Amnesia
Kulupakan itu semua
Layaknya amnesia
Tidak ada kebencian, marah atau sendu senda itu
Tanpa balas dendam, iri dengki atau muntahan emosi
Sudah lupakan saja apa yang terjadi
Tak ada guna jua bagiku
Biarpun itu disana
Lebur jadi satu
Kosong
Hampa
Lenyap tak berbekas ditelan bumi
Dumai, Mei 2017
Bersiul di tengah badai
Sesungguhnya ujian adalah waktu
Dalam tiap malam kuterus memohon padaMu
Untuk kau kuatkan pundak ini
Bukan kau ringankan bebanku
Karena sekarang dan esok
Gemuruh ombak tetap nyata
Biarkan aku bersiul di tengah badai itu
Dumai, Mei 2017
*Ferry Fansuri, lahir di Surabaya, alumnus Fakultas Sastra jurusan Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Karya tunggalnya yang telah terbit adalah “Aku Melahirkan Suamiku” Leutikaprio (2017). Tulisannya tersebar di berbagai media massa.