Dampak Sungai Brantas Tercemar: Bahaya Diare hingga Kanker

Sungai Brantas Darurat Limbah

Permukiman Warga di Bantaran Sungai Brantas Kota Malang (Miski)

MALANGVOICE – Musringah (64), warga RT 03/RW 12, Kelurahan Kesatrian, Kecamatan Blimbing, Kota Malang merasa terbantu dengan kehadiran Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Saat berkunjung ke rumahnya, dia sedang sibuk mencuci piring di depan rumahnya. Aktivitas tersebut menjadi pekerjaan rutin sehabis masak.

Musringah tinggal memutar kran, air otomatis keluar. Ia mengaku selain untuk mencuci, air PDAM tersebut ia gunakan untuk mandi, memasak dan kebutuhan air minum. Ia tak lagi menggunakan sumur yang lokasinya tak jauh dari rumahnya.

Musringah, Warga Bantaran Sungai Brantas

“Dulu, masih kuat nimba, ya pakai air sumur. Baik mandi, nyuci pakaian dan perabotan dapur,” katanya.

Sumur yang hanya berjarak 6 meter dari Sungai Brantas ini dimanfaatkan sebagian warga RT 03/RW 12 yang berada di bantaran sungai. Di sebelah sumur terdapat toilet umum-biasa digunakan warga yang belum atau tidak memiliki jamban alias water closet (WC) di rumahnya.

Senada dengan Musringah. Warga lain, Srimunah (86) mengaku menggunakan toilet umum tersebut. Kendati sudah puluhan tahun tinggal di bantaran sungai, Srimunah belum memiliki WC. Sebelum toilet umum dibangun tahun 2000-an, Srimunah dan warga memilih buang air besar (BAB) di sungai. Ibu tiga anak ini juga memanfaatkan air sumur di dekat toilet umum untuk mandi, memasak dan mencuci pakaian. Srimunah mengaku sudah biasa mandi menggunakan air sumur yang berada tidak jauh dari aliran Sungai Brantas. Gejala gatal-gatal hingga bintik-bintik merah di tangannya selepas mandi dinilai lumrah.

“Dulu air sungai masih cukup bersih, sekarang saja sudah begitu kondisinya,” ujar dia menyadari perubahaan kualitas air. Kondisi tersebut juga dirasakan warga lain, Rofii. Warga Jalan Kaliurang`Barat, Kelurahaan Samaan, Kota Malang, ini harus beralih menggunakan air PDAM untuk kebutuhan di rumah tangganya. Sebelumnya, ia bersama warga lain memanfaatkan air sumur yang tidak jauh dari aliran Sungai Brantas itu untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Berubahnya warna air serta kualitas air menjadi alasan warga mengurangi aktivitas di Sungai Brantas. Meski begitu, Rofii tidak memungkiri anak-anak di kampungya masih gemar mandi di sungai. “Dulu cari mudahnya. Apa-apa ya ke sungai, mandi, BAB maupun nyuci. Hampir semua warga memanfaatkan aliran Sungai Brantas, sebelum kondisinya seperti sekarang,” ujar Rofii.

Di Rukun Warga (RW) 12 Kelurahan Kesatrian, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, sendiri terdiri dari 4 Rukun Tetangga (RT), setiap RT terdapat 55 kepala keluarga (KK). Tiga RT di antaranya telah tersedia toilet umum yang dimanfaatkan bersama. Ketua RW 12, Valentinus mengatakan, RW 12 dulunya dikenal dengan kawasan kumuh. Permukiman yang padat, ditambah berada tepat di bantaran Sungai Brantas. Sejak Agustus 2016 lalu, daerahnya terlihat bersih dan tidak kumuh. Lantaran kampung ini menjadi sasaran program kampung tematik dengan sebutan Kampung Tridi. Tidak jauh dari kampung ini telah berdiri Kampung Warna Warni.