Praktisi Hukum Bicara Soal Fidusia Sesuai Putusan MK

Praktisi Hukum, Wagiyo. (Istimewa)

MALANGVOICE – Praktisi hukum, Wagiyo, mengatakan masalah jaminan fidusia masih menjadi polemik di masyarakat. Ia mengaku banyak kreditur yang tidak paham dan debitur yang nakal.

Wagiyo menjelaskan hal itu sesuai putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021 yakni di halaman 83 paragraf 3.14.3, menyatakan, mekanisme eksekusi jaminan fidusia, termasuk yang dilakukan debt collector dalam menagih kredit macet tidak ada yang berubah dengan Putusan MK sebelumnya.

“Putusan MK tentang eksekusi jaminan fidusia tidak ada yang berubah. Bahwa Putusan MK tersebut sebenarnya tidak ada yang berbeda dengan putusan yang baru, putusan yang baru hanya merupakan penegasan saja terhadap putusan sebelumnya,” Kata praktisi hukum, Wagiyo, S.E., S.H., M.H, Selasa (14/9).

Wagiyo menjelaskan, hal tersebut terkait viralnya pembicaraan soal putusan MK yang baru, yang bunyi putusan dalam paragraph: 3.14.3, menyebutkan bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memahami secara utuh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 dalam kaitannya dengan kekuatan eksekutorial sertifikat jaminan fidusia.

“Adanya ketentuan tidak bolehnya pelaksanaan eksekusi dilakukan sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri pada dasarnya telah memberikan keseimbangan posisi hukum antara debitur dan kreditur serta menghindari timbulnya kesewenang-wenangan dalam pelaksanaan eksekusi,” katanya, usai mendaftarkan penetapan eksekusi fidusia.

Menurut Wagiyo, praktisi hukum yang sejak lama menangani masalah kredit macet di berbagai Perusahaan Leasing dan juga sebagai Litigasi Manager di PT SGMW Multifinance Indonesia atau Wuling Finance, adapun pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri sesungguhnya hanyalah sebagai sebuah alternatif yang dapat dilakukan dalam hal tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara sukarela objek jaminan dari debitur kepada kreditur.

“Sedangkan terhadap debitur yang telah mengakui adanya wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan oleh kreditur atau bahkan debitur itu sendiri,” katanya.

Bahwa, Lanjut Wagiyo, Putusan MK tersebut sebenarnya tidak ada yang berbeda dengan putusan yang baru, putusan yang baru hanya merupakan penegasan saja terhadap putusan sebelumnya.

“Jika tidak ada kesepakatan para pihak ya mekanisme eksekusi jaminan fidusia harus tetap melalui pengadilan, hal ini untuk mengindari tindakan yang tidak di inginkan dilapangan saat pelaksanaan eksekusi serta dapat memberikan keseimbangan posisi hukum para pihak,” ujar Wagiyo.

Wagiyo memanparkan, bahwa permasalahan eksekusi jaminan fiducia sebenarnya tidak akan terjadi jika para pihak menyadari dan taat pada isi perjanjian kredit.

Masalah muncul biasanya karena ada pihak yang tidak fair dan tidak menghargai isi perjanjian kredit yang telah dibuatnya.

Debitur biasanya menggunakan alasan untuk bisa mengulur waktu agar tetap bisa menggunakan jaminan fidusia dan bahkan ada juga pihak debitur yang nakal pada saat penerima fiducia akan mengambil objek jaminannya karena debitur wanprestasi ternyata objek jaminan dimaksud sudah tidak ada ditempat debitur,” ujarnya.

Padahal, lanjut dia, pada pasal 30 Undang Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fiducia, menyebutkan “Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi,” katanya.

Jika hal tersebut diatas terjadi, maka jelas Wagiyo, Putusan Pengadilan dibutuhkan untuk melakukan eksekusi jaminan fidusia karena tidak ada alternatif pilihan lain.

Untuk itu ujar Wagiyo, sebagai praktisi hukum yang sudah lama menangani masalah kredit macet di berbagai Perusahaan Leasing dan Finance mengingatkan agar para pihak baik debitur maupun kreditur untuk fair dan saling menghormati isi perjanjian yang telah dibuatnya.

“Jika debitur mulai menunggak atau wanprestasi maka kewajiban kreditur segera mengingatkan agar debitur menyadari dan tahu bahwa dirinya sudah wanprestrasi (menunggak), dan debitur segera mentaati isi perjanjian,” ujar pria beruban ini.(der)