Aparat Keamanan Bertindak Eksesif saat Tragedi Kanjuruhan, DPC IKADIN Malang Buka Posko Pengaduan

Ketua DPC IKADIN Malang, Setyo Eko Cahyono. (MVoice/istimewa)

MALANGVOICE – DPC IKADIN Malang membuka posko pengaduan dan pelayanan advokasi guna membantu memperjuangkan hak-hak keluarga korban tragedi Stadion Kanjuruhan.

Layanan itu dipusatkan di kantor DPC IKADIN Malang yang berada di Jalan Blimbing Indah Selatan XI nomor 77, Kelurahan Purwodadi Kecamatan Blimbing, Kota Malang.

Ketua DPC IKADIN Malang, Setyo Eko Cahyono menilai aparat keamanan bertindak eksesif dan mencederai prinsip-prinsip HAM sehingga laga derbi Jawa Timur antara Arema FC dan Persebaya berujung tragis dengan tewasnya ratusan suporter.

Diduga ratusan suporter tewas karena saling berdesakan menyelamatkan diri dari gas air mata yang ditembakkan oleh petugas. Bahkan gas air mata itu ditembakkan bukan hanya ke arah suporter yang menerobos masuk lapangan, namun diarahkan membabi buta kepada barisan penonton yang ada di tribun sehingga menimbulkan korban jiwa.

Baca juga : Tragedi Kanjuruhan, DPC Peradi Kepanjen Tuding Ada Kelalaian Penyelenggara dan Aparat

“Dalam video yang beredar, penembakan gas air mata membabi-buta kepada penonton yang berada di tribun. Berdasarkan pengamatan analisis sosial, aparat keamanan bertindak represif dan cenderung brutal. Tidak memberi suasana aman dalam melaksanakan tugasnya,” papar Setyo.

Baca juga : AHY: Tidak Ada Sepakbola Seharga Nyawa Manusia

Pengendalian massa dengan gas air mata di dalam arena stadion bertentangan dengan FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 huruf b. Dengan tegas melarang membawa maupun menggunakan senjata api ataupun gas untuk mengendalikan massa di arena stadion. Nyatanya saat peristiwa kelabu Sabtu malam kemarin (1/10), aparat keamanan dipersenjatai senapan gas air mata dan dilepaskan begitu saja ke arah kerumunan massa hingga berdesakan dan mengakibatkan korban berjatuhan.

Baca juga : Tim DVI Polri Diterjunkan Bantu Korban Tragedi Kanjuruhan

“Selain melanggar ketentuan FIFA, aparat bertindak represif dan diduga melanggar HAM. IKADIN mengecam tindakan represif aparat keamanan terhadap penanganan kerumunan suporter yang melanggar berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya implementasi prinsip HAM yang dipedomani Polri,” tukas dia.

Baca juga : Belasan Jenazah Tragedi Kanjuruhan Belum Teridentifikasi di RSSA

Baca juga : PWI Malang Raya Desak Usut Dugaan Pelanggaran HAM atas Tragedi Kanjuruhan

Ia menambahkan, tindakan pihak kepolisian juga melanggar UU nomor 2 tahun 2022 tentang Polri. Serta mengingkari SOP kepolisian dalam mengendalikan massa sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri. Antara lain, Perkapolri nomor 16 tahun 2006 tentang pedoman pengendalian massa; Perkapolri nomor 01 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian; Perkapolri nomor 08 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas Polri; Perkapolri nomor 08 tahun 2010 tentang tata cara lintas ganti dan cara bertindak dalam penanggulangan huru-hara; Perkapolri nomor 02 tahun 2019 tentang pengendalian huru-hara.

Baca juga : Pasutri Asal Bareng Jadi Korban Tragedi Kanjuruhan, Tinggalkan Seorang Anak

Baca juga : Menko PMK Bezuk Korban Tragedi Kanjuruhan, Suyitno: Mengatasi Suporter Arema itu Mudah

Pihaknya mendesak agar Kapolri mengevaluasi menyeluruh agar tragedi ini tak kembali memakan korban dari dua pihak. Serta mendorong agar dilakukan penyelidikan menyeluruh oleh tim independent untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM oleh aparat keamanan, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas di lapangan.

Baca juga : Kronologi Tragedi Kanjuruhan yang Tewaskan Ratusan Suporter versi Kapolda Jatim

“Mendesak institusi negara seperti Komnas HAM, Kompolnas, POM TNI dan lainnya untuk segera menyelidiki menyeluruh dan terpadu. Serta mendesak negara cq pemerintah pusat dan pemda terkait agar bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka tragedi Stadion Kanjuruhan,” cetusnya.

Di sisi lain, IKADIN menyinggung waktu pelaksanaan pertandingan yang digelar malam hari sekalipun banyak pihak mempersoalkan hal itu. Namun, PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku penyelenggara kompetisi bersikukuh tanpa mempertimbangkan segala resiko. Hingga akhirnya meletup huru-hara diperparah dengan penonton yang melebihi kapasitas saling berdesakan yang berakibat jatuhnya ratusan korban jiwa.

“Pihak LIB dan aparat keamanan, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi tuntas, agar tragedi sepakbola tidak (lagi) terjadi, apalagi membawa korban jiwa,” pungkasnya.(end)