ADD-Dana Desa Rp 500 Miliar dalam Bayang-bayang Koruptor

Infografis ADD dan DD Kabupaten Malang. (Miski)

MALANGVOICE – Jarum jam menunjukkan pukul 10.30 WIB. Hingar bingar pengendara yang melintas tak menutup keheningan di Balai Desa Bocek, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Kantor Desa Bocek tidak seperti kantor desa pada umumnya. Yang biasanya terdapat aktivitas perangkat desa serta masyarakat.

Satu sepeda motor berplat merah terparkir di halaman Balai Desa Bocek. Beberapa pintu di kantor desa tertutup rapat, tak terkecuali pintu ruangan Kepala Desa. Suasana sepi di kantor desa sudah berlangsung sejak tahun 2016.

Warga Desa Bocek, Suwito, mengakui, jika kondisi tersebut dipicu perilaku kepala desa yang tak profesional. Kades Bocek, AB, jarang masuk kantor. Warga yang ingin mendapatkan tanda tangan dan membutuhkan bantuan harus datang ke rumahnya. Itu apabila kepala desa berada di tempat.

Kepercayaan warga semakin menyusut setelah kepala desa terbukti melakukan mark up proyek. Di antaranya, pembangunan drainase, pavingisasi, serta insentif takmir Musala dan Masjid. Hal tersebut terkuak setelah Inspektorat melakukan pemeriksaan terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) tahun 2015. Tak tanggung-tanggung, taksiran kerugian uang negara mencapai Rp 174 juta.

Warga bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) melaporkan dugaan korupsi ini ke Polda Jatim, 2016 lalu. Polda melimpahkan kasus tersebut ke Polres Malang. Tidak kunjung ada hasil dari kepolisian, warga gerah dan mengadu ke Komisi A DPRD. Permintaan warga tidak berbeda jauh, kepala desa mundur dan diproses secara hukum. Sebelum ke dewan, warga juga melaporkan dugaan korupsi Aloksi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) ke Kejaksaan Negeri Kepanjen.

“Warga sudah enggan ke Balai Desa. Tuntutan warga jelas, minta kepala desa mundur dan minta aparat mengusut kasus dugaan penyelewengan APBDes sampai tuntas,” katanya, kepada MVoice, Selasa (22/8).

Tujuh orang anggota BPD memilih mengundurkan diri, meski Bupati Malang, Rendra Kresna, tidak merestui. BPD juga enggan menandatangani APBDes 2017, sehingga anggaran ADD dan DD Desa Bocek batal dicairkan oleh Pemkab Malang.

“Selama ini warga swadaya dan gotong royong untuk perbaikan jalan dan drainase. Tanpa ada campur tangan pemerintah desa,” ujarnya.

Kantor Desa Bocek, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, terlihat sepi. Kondisi ini telah berlangsung lebih satu tahun. (Miski)

Temuan itu ditindaklanjuti Inspektorat dengan memberi waktu tiga bulan agar kepala desa mengembalikan uang sebesar Rp 174 juta. Terhitung sejak Bulan Mei hingga 31 Agustus, dengan cara diangsur sebanyak tiga kali. Kades Bocek berhasil mengembalikan uang tersebut. Malangvoice tidak berhasil mengkonfirmasi Kades Bocek, AB. Beberapa kali mendatangi rumahnya, tapi istri Kades AB beralasan suaminya sedang keluar.

Bupati Malang, Rendra Kresna, mengaku, dibuat jengkel kepala desa yang masih menyalahgunakan ADD dan DD. Politisi Partai Nasdem ini mengintruksikan Inspektorat melakukan pengawasan secara maksimal. Tidak dicairkannya ADD dan DD Desa Bocek, Kecamatan Karangploso, sebagai bukti ketegasan Pemkab Malang.

Bupati dua periode ini mengajak semua kepala desa agar menggunakan ADD dan DD sesuai perencanaan dalam APBDes. Jika hal tersebut dilakukan, Rendra yakin tidak akan ada kepala desa yang tersandung kasus. Pihaknya juga berupaya meminimalisir kesempatan kepala desa beserta perangkat desa supaya tidak memiliki celah untuk menyalahgunakan dana.

“Saya tidak mau lagi dengar Kades di Kabupaten Malang tersandung kasus. Bukan waktunya korupsi, tapi fokus untuk mensejahterakan masyarakat,” kata dia, di Pendopo Kabupaten Malang, Rabu (23/8).

Dari 378 desa di Kabupaten Malang yang menerima ADD dan DD, hanya Desa Bocek yang dananya tertahan. Pencairan tahap pertama sebesar 40 persen dilakukan awal tahun 2017. Sebanyak 60 persen sisanya dicairkan Bulan Agustus.
Setiap desa mendapatkan dana segar sekitar Rp 1,5 miliar. Pemkab Malang menggelontor ADD sebesar Rp 184.561.392.500 di tahun 2017. Sedangkan DD dari pemerintah pusat mencapai Rp 312.979.737.000 untuk 378 desa di 33 kecamatan. ADD dan DD tahun ini lebih besar dibandingkan tahun 2015 lalu, yakni ADD Rp 178.738.586.000 dan DD Rp 109.423.772.000.

Penyaluran Alokasi Dana Desa termaktub dalam Keputusan Bupati Malang. Untuk pembagian dan penetapan besaran Dana Desa mengacu pada Peraturan Bupati Malang. Berdasarkan data jumlah penduduk, angka kemiskinan dan luas wilayah masing-masing desa.

Rendra menyambut baik adanya Satuan Tugas (Satgas) Dana Desa yang dinahkodai mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto. Satgas Dana Desa merupakan kepanjangan tangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Poin utama tugas Satgas Dana Desa untuk pencegahan dan pengawasan.

Selain Satgas Dana Desa, Polri juga menggerakkan Bhabinkamtibmas dalam pencegahan dan pengawasan penggunaan anggaran di desa. Rendra bahkan mempersilahkan lembaga antirasuah turut serta mengawasi dan memantau penggunaan Dana Desa di Kabupaten Malang.

“Semakin banyak yang mengawasi lebih baik. Jangan dimaknai nanti akan membelenggu pemerintah desa, semata-mata mengawal anggaran benar-benar sampai ke masyarakat,” jelas dia meyakinkan.

Kepala Inspektorat, Tridyah Maistuti, menganggap masalah Desa Bocek telah selesai. Inspektorat berwenang memeriksa secara administrasi dan menyelamatkan uang negara, sehingga bisa digunakan dan dimanfaatkan kembali untuk kepentingan masyarakat. Pemeriksaan, kata dia, tidak harus bersama dengan Kejaksaana dan Kepolisian.

“Sebenarnya, ketika kerugian negara dikembalikan, prosesnya sudah selesai. Kami telah bersurat ke dinas terkait,” katanya, dihubungi terpisah melalui saluran telepon.

Dalam laporan penggunaan APBDes Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak misalnya. Inspektorat menilai pemerintah Desa Sukolilo melakukan kesalahan administratif. Di mana, ADD dan DD yang diperoleh tahun 2016 justru digunakan pada tahun 2017. Temuan lain, rencana pengerjaan proyek dipindahkan dari rencana semula sebagaimana tercantum dalam program. Sesuai aturan, pemindahan lokasi proyek haruslah disertai dengan berita acara.

Warga Desa Bocek, Kecamatan Karangploso, ketika mengadu ke Komisi A DPRD Kabupaten Malang. (Miski)

“Kejaksaan melihat ada unsur pidana dalam pelanggaran tersebut, saat ini dalam proses hukum. Kami menghormatinya,” jelas dia.

Pihaknya telah menerima 25 laporan dari masyarakat. Mulai dugaan korupsi hingga Pungutan Liar (Pungli). Sebanyak 20 desa terbukti sebatas melakukan kesalahan administrasi. Sisanya menjadi atensi dan proses penyelidikan pihak Kejaksaan dan Kepolisian.

Inspektorat menjadwalkan pemeriksaan penggunaan ADD dan DD tahun 2016, baik secara administrasi ataupun fisik terhadap 120 desa dari 378 desa yang ada. Pemeriksaan menunggu Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2017 disahkan. Sisanya, dilanjutkan pada awal tahun 2018. Pemeriksaan tidak bisa dilakukan sekaligus karena keterbatasan petugas.

Berbagai upaya pencegahan agar kepala desa tak tersandung kasus intens dilakukan. Melalui sosialisasi dan pendampingan saat kegiatan Bina Desa. Pengawasan sendiri berlaku saat perencanaan, pelaksaan sampai pelaporan penggunaan keuangan.

“Sudah saya ingatkan semua kepala desa, daripada dipanggil ke Inspektorat secara paksa. Lebih baik datang dengan tujuan konsultasi penggunaan APBDes,” terang dia.

Lemahnya pembuatan laporan keuangan desa disadari pemerintah desa. Ketua Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Malang, Abdullah, mengatakan, pemerintah desa terus berbenah agar lebih baik.

Dikatakan, kepala desa di Kabupaten Malang tidak sedikitpun punya niatan melakukan korupsi. Minimnya pengetahuan dan pendampingan menjadi faktor penentu kepala desa tersangdung kasus. Justru, kepala desa dan perangkat desa lebih hati-hati dalam penggunaan ADD maupun Dana Desa.

“Bukan membela diri, tapi faktanya demikian. Pemerintah jangan tutup mata, karena SDM dan Sarpras di desa belum mendukung sepenuhnya,” katanya.

Ramai-ramai Awasi APBDes

Praktik penyelewengan dan dugaan korupsi pemerintah desa sebaiknya dilimpahkan ke aparat Kejaksaan dan Kepolisian-agar diproses secara hukum. Langkah ini efektif untuk memberikan efek jera. Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Malang, Didik Gatot Subroto, mewanti-wanti Inspektorat supaya tidak tebang pilih.

“Kasus Desa Bocek misalnya. Meski Inspektorat menganggap sudah selesai, tapi saya harap Kejaksaan dan Kepolisian tetap mengusutnya,” katanya.

Belum maksimalnya pengawasan menjadi peluang bagi oknum menyalahgunakan ADD dan DD. Didik menyarankan Inspektorat selaku pengawas supaya menggandeng pihak ketiga dalam memeriksa laporan pemerintah desa, sehingga hasil pemeriksaan benar-benar independen.

Kepala desa dan perangkat desa sebenarnya bisa terhindar dari masalah. Asal, lanjut Didik, Kades dan perangkat memiliki kemauan belajar tentang regulasi. Selain itu, melaksanakan program sesuai perencanaan yang tertuang dalam APBDes. Tidak sedikit pemerintah desa melakukan perubahan rencana kegiatan secara langsung, tanpa didahului proses PAK.

“Disadari atau tidak, SDM di desa masih minim. Makanya rawan korupsi. Pengelolaan keuangannya juga bermasalah. Ini harus diawasi bersama-sama. Kalau perlu KPK turun langsung,” kata Politisi PDIP ini.

Sejak digulirkan, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah menerima 225 kasus pengelolaan DD dari 74.910 desa yang ada di Indonesia. Jumlah itu belum termasuk Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Kabupaten Pamekasan, beberapa waktu lalu.

Sedangkan, Malang Corruption Watch (MCW) menerima 7 laporan dugaan korupsi penggunaan ADD dan DD di Kabupaten Malang. Koordinator Badan Pekerja MCW, M Fahrudin, mengungkapkan, lima catatan terkait korupsi yang terjadi di desa.
Pertama, pemerintah desa tidak mau transparan dalam penggunaan anggaran. Kedua, SDM di pemerintah desa belum mampu mengelola anggaran desa secara baik. Ketiga, pembuatan kebijakan desa tidak partisipatif, artinya tidak melibatkan masyarakat secara langsung.

Selanjutnya, peran pendamping desa belum optimal dalam melakukan assesment terhadap pemerintah desa. BPD juga tidak menjalankan pengawasan secara baik terhadap kinerja kepala desa.

“Di Kabupaten Malang, kami melihat bahwa dugaan korupsi masih banyak terjadi di desa,” ungkap dia.

Kondisi ini akan terus terulang apabila tidak ada supervisi pelaporan penggunaan anggaran dari pemerintah daerah secara berkala.”Bukan menyuruh desa untuk memasukkan program Pemda dalam program desa,” jelasnya.

SDM Minim, Celah Korupsi Besar

Dana Desa yang diberikan pemerintah pusat seyogyanya menjadi stimulus percepatan pembangunan di desa. Pemerintah desa dianggap lebih paham atas kondisi dan kebutuhan di daerahnya. Dana Desa sendiri mulai disalurkan tahun 2015.

Setiap desa di Kabupaten Malang mendapatkan kucuran dana sekitar Rp 1,5 miliar. ADD yang bersumber dari APBD dan DD dari pemerintah pusat.

Pengamat Akuntansi Operasional Publik, Ana Sopanah, mengungkapkan, pemerintah desa kebingungan mengelola dana tersebut. Hal ini dikarenakan Sumber Daya Manusia (SDM) di pemerintah desa kurang mumpuni. Seharusnya, sejak awal pemerintah lebih dulu menyiapkan SDM pemerintah desa.

Kondisi ini, kata dia, bisa dilihat dari program yang direncanakan pemerintah desa kebanyakan kegiatan rutin tahunan. Banyaknya kesalahan administrasi dalam laporan APBDes dalam temuan Inspektorat serta kepala desa tersandung kasus bukti desa belum siap.

”Kades lebih suka membangun dan merenovasi kantor desanya, dibanding infrastruktur yang lebih dibutuhkan masyarakat (jalan dan drainase pertanian) misalnya,” kata dia.

Di Kota Batu, pencairan Dana Desa tahun 2015 ke desa-desa tersendat karena Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko, menolak kucuran dana tersebut. Alasannya, pemerintah desa belum siap mengelola dana yang cukup besar ini. Meski pada akhirnya Pemkot Batu luluh setelah mendapat surat teguran dari Kementerian Keuangan.

Kaprodi Akuntansi Universitas Widyagama Malang ini, kerap mendengar curhatan dan keluhan kepala desa dan perangkat desa atas kecilnya penghasilan yang diterima. Sesuai aturan, 70 persen anggaran APBDes dialokasikan untuk penyelenggaraan pemerintah desa. Meliputi pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat.

Sedangkan, 30 persen sisanya digunakan untuk penghasilan tetap (Siltap) dan tunjangan kepala desa, perangkat desa serta operasional pemerintah desa. Juga tunjangan dan operasional BPD serta insentif RT/RW.

Besaran Siltap kepala desa dan perangkat desa ditetapkan melalui peraturan bupati. Siltap sekretaris desa tidak boleh lebih dari 80 persen dari besaran Siltap kepala desa. Sama halnya dengan perangkat desa, maksimal besaran Siltap yang diterima tidak lebih 60 persen dari Siltap kepala desa.

“Tak heran bila Kades atau perangkat desa mencari pemasukan tambahan dengan cara-cara yang melanggar hukum,” beber perempuan yang juga Ketua Humas Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) Malang Raya ini.

Ana bersama Ikatan Akuntansi Indonesia Malang Raya juga terlibat memberikan pelatihan dalam pengelolaan serta menyusun laporan keuangan desa secara baik dan benar. Kendati demikian, ia menyadari tidak semua SDM di pemerintah desa berlatar pendidikan Akuntansi.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangungan (BPKP) bahkan menyediakan aplikasi khusus bagi desa, yaitu Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Pemerintah desa bisa langsung menginput data secara online. Aplikasi ini memudahkan pengelolaan tata keuangan desa.

Hadirnya aplikasi ini juga mendorong desa-desa lebih transparan dalam penggunaan anggaran. Sayangnya, lanjut Ana, aplikasi tata kelola keuangan desa ini belum disambut baik pemerintah desa.”Aplikasi ini membantu pemerintah desa supaya tidak salah dalam membuat laporan. Semacam e-budgeting lah,” katanya.

Ana menyarakan satu desa terdapat satu pendamping ke depannya. Pembekalan berupa pelatihan dirasa kurang maksimal bagi pemerintah desa dalam mengelola dana cukup besar ini. Adanya pendamping diyakini dapat mencegah praktik korupsi dan penyalahgunaan anggaran. Pendamping desa dari kementerian pun, menurut Ana, dirasa belum maksimal saat ini.

“Paling efektif didampingi per desa. Bisa memantau langsung laporan dan kegiatannya. Saat ini kan satu pendamping mengcover beberapa desa, jelas tidak efektif,” tandas perempuan yang menjabat Direktur INSPIRE Consulting itu.(Der/Yei)