Selesaikan Perkara Penganiayaan di Tempat Sakral

MALANGVOICE – Kejari Kota Batu untuk ketiga kalinya melakukan upaya rekonsiliasi melalui program keadilan restoratif.

Jalur kekeluargaan ditempuh untuk menyelesaikan perkara penganiayaan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Korban berinisial D dianiaya dua pelaku berinisial S dan U.

Pelaksanaan program keadilan restoratif di Desa Tukungrejo cukup unik karena menonjolkan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat. Kedua belah pihak didamaikan di Punden Watu Gambang. Tempat itu dipilih para tokoh masyarakat dan pemangku adat karena diyakini sebagai tempat yang sakral.

Kajatri Batu, Agus Rujito menuturkan, keadilan restoratif bukan suatu hal baru dalam penyelesaian hukum non litigasi. Upaya itu akan terasa lebih bernas jika dipadukan dengan kultur yang tumbuh di masyarakat. Seperti yang ditempuh pemangku adat dan tokoh agama Desa Tulungrejo.

“Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Punden Watu Gambang bisa menyelesaikan semua persoalan yang ada di Desa Tulungrejo. Sejak zaman dahulu sudah digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di desa,” ucap Agus.

Baca juga: 40 Hari Tragedi Kanjuruhan, Crisis Center Arema Ditutup

Baca juga: Taekwondo Kabupaten Malang Sementara Sumbang 1 Medali Perunggu

Baca juga: KPU Batu Libatkan Lintas Sektor Institusi saat Pendaftaran Petugas Ad Hoc Pemilu 2024

Baca juga: Atletik Kabupaten Malang Juara Umum POPDA XIII 2022

Ia mengapresiasi langkah tokoh masyarakat yang memadukan keadilan restoratif dan penyelesaian secara hukum adat. Prosesi semacam itu pun baru kali pertama dimunculkan di Kota Batu

“Saya sangat salut dan bangga kepada Desa Tulungrejo. Desa ini mempunyai hukum adat untuk menjaga perdamaian desa. Meski begitu, kami juga berpesan bagi pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya. Sebab penganiayaan ada hukum pidananya,” tandas Agus.

Ketua Adat Desa sekaligus Kades Tulungrejo, Suliyono menyampaikan, jika sedari dulu Desa Tulungrejo tak pernah ada permasalahan atau pertikaian dengan desa lain. Sebab itu, antara pelaku dan korban dianjurkan untuk saling memaafkan.

“Selain saling memaafkan, juga harus mengakui kesalahan masing-masing. Sehingga tak boleh ada lagi dendam di kemudian hari,” tegasnya.

Baca juga: UNODC Puji Kehadiran Pondok Seduluran Kejari Batu

Baca juga: Pertama Kali, Kejari Batu Wujudkan Keadilan Restoratif atas Perkara Penganiayaan

Baca juga: Pondok Seduluran, Ruang Kekeluargaan Agar Tak Berujung Pidana

Baca juga: Kejari Batu Hentikan Penuntutan Perkara Tindak Pidana Ranmor

Setelah memberikan nasehat itu, Suliono turut membacakan sejumlah tuntutan adat untuk para pelaku dan korban. Sebab masing-masing juga mempunyai kesalahan. Tuntutan adat itu meliputi, para pelaku wajib memberi pengobatan sampai sembuh dan memberikan nafkah sampai bisa bekerja kepada korban.

Selain itu, pelaku dan korban diberi ganjaran sanksi adat berupa denda. Karena keduanya dianggap bersalah dari segi norma-norma adat setempat. Mereka juga diminta harus sama-sama mengakui perbuatan dan kesalahannya, serta menyesal atas kesalahan yang telah diperbuat. Para pelaku dan korban juga tidak boleh ada dendam menyimpan.

“Pelaku dan korban sudah sepakat dan akan memenuhi tuntutan adat tersebut. Yang kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan pernyataan kesepakatan bersama antara pelaku dan korban,” tutur dia.(der)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait