Pancasila sebagai Pagar Etis Menghadapi Tantangan di Era Kecerdasan Buatan

MALANGVOICE– Pancasila menghadirkan diri sebagai fusi dan kristalisasi nilai-niai luhur bangsa yang telah ada selama berabad-abad. Nilai-nilai luhur itu meliputi, kegotongroyongan, kekeluargaan, religiusitas, kesetiakawanan, toleransi dan kebersatuan. Sebagai falsafah bangsa, Pancasila menjadi ideologi terbuka yang dinamis mengikuti perkembangan tantangan zaman.

Ideologi negara ini jangan dipandang sebagai produk masa lalu. Dalam bingkai dasar filosofis, Pancasila dapat direvitalisasi dalam kerangka globalisasi yang ditandai oleh revolusi digital. Sehingga dapat diaktulisasikan menghadapi peluang dan tantangan kemunculan teknologi kecerdasan buatan di era disrupsi informasi pada arus gelombang peradaban yang mengintegrasikan manusia dengan teknologi mutakhir.

“Pancasila selalu aktual di tengah pergolakan ideologi. Maka nilai-nilai Pancasila harus diperkuat. Apalagi generasi muda saat ini referensinya berbasis artificial inteligency (AI). Sedangkan nilai Pancasila jelas tidak tertuang pada AI,” papar Anggota MPR RI sekaligus Komisi XI DPR RI dari F-PDIP, Andreas Eddy Susetyo saat Simposium Kebangsaan dan Sosialisasi 4 Pilar Menggali Kembali Pancasila yang digelar di Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.

Baca juga:
H-3 Penjualan Hewan Kurban di Kabupaten Masih Lesu

Tinjau UMKM Primkopti, Pj Wali Kota Malang Perkembangan Usaha Masyarakat

Tak Kuat Nanjak, Gandengan Truk Tebu Terguling di Jalibar 

Andreas Eddy Dukung Program Penanganan Kemiskinan, Serukan Gotong Royong

Andreas: Penguatan 4 Pilar NKRI Sebagai Pemersatu Bangsa

Kecerdasan buatan bisa membawa manfaat besar di banyak bidang. Namun belum ada pagar etis yang rawan mereproduksi bias dan diskriminasi di dunia nyata. Pancasila sebagai dasar negara bisa menjadi dasar filosofis untuk prinsip etika dan pembuatan regulasi penggunaan AI di Indonesia. Menurutnya kelima sila Pancasila memiliki prinsip etis meliputi religiusitas, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial. Prinsip-prinsip etis tersebut dapat dielaborasi dalam mengembangkan dan menggunakan teknologi AI.

Dengan begitu, pengembangan Teknologi AI harus menghormati martabat dan hak asasi manusia, bukan justru penggunaannya mengakibatkan perpecahan antarmanusia. AI seharusnya mengembangkan kualitas hidup manusia sehingga kontrol manusia terhadap teknologi ini harus ditingkatkan. Terkait nilai demokrasi, AI dapat memperkuat demokrasi dengan partisipasi yang bermakna dari semua kalangan.

“Jangan sampai nilai Pancasila semakin terkikis ketika kaum muda berada di pusaran arus digitalisasi. Negara Indonesia masih dapat berdiri hingga saat ini karena nilai-nilai moral Pancasila yang terus diterapkan,” ujar dia.

Simposium Kebangsaan dan Sosialisasi 4 Pilar Menggali Kembali Pancasila turut diikuti ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di kawasan Malang Raya. Mewakili kalangan mahasiswi, Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Malang Raya, Raya Rolis Barson Sembiring mengatakan, bonus demografi dapat berubah menjadi petaka demografi. Ancaman itu akan semakin kentara tatkala nilai-nilai Pancasila terkikis dan tak ada pembenahan SDM di kalangan generasi muda.

“Internalisasi nilai-nilai Pancasila perlu diperkuat terutama di era kecerdasan buatan. Jangan sampai bonus demografi yang kita miliki berubah menjadi petaka demografi. Secara geopolitik, kita juga berada di poros konflik karena besarnya sumber daya. Ketika masyarakat tidak memahami nilai Pancasila maka, Indonesia tetap tidak akan maju, masih menjadi sasaran pasar,” tandas Rolis.(der)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait