Konten Provokatif Terorisme Ramai di Jagat Maya, Pakar: Lawan dengan Kontra Narasi!

Ilustrasi. (deny rahmawan)
Ilustrasi. (deny rahmawan)

MALANGVOICE – Peristiwa pengeboman beruntun di Surabaya dan Sidoarjo memunculkan gejolak di tengah masyarakat. Salah satunya tampak dari penyebaran berita hoaks dan provokatif yang ramai di dunia maya.

Konten-konten bermuatan negatif dan informasi hoax soal terorisme beredar lewat Whatsapp, video-video peristiwa peledakan viral di Instagram, Facebook dan Youtube.

Menurut Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sugeng Winarno, berita hoax dan konten provokatif ini malah semakin menimbulkan pergesekan dan ketakutan di tengah-tengah masyarakat. Sugeng menegaskan, teroris kini beraksi bukan hanya di lapangan saja, namun penyebaran konten provokatif di sosmed bisa jadi ulah para teroris itu.

“Karena teroris tidak cuma beraksi di lapangan saja. Mereka pun ada yang bertugas di jagat maya salah satunya menebar konten provokatif dan hoax,” kata dia.

Sugeng menambahkan, tujuan terorisme salah satunya menebar ketakutan kepada masyarakat. Men-share konten provokatif sama saja menyebar ketakutan.

“Kalau masyarakat sudah takut, maka tujuan teroris sudah tercapai. Kan mereka itu menebar ketakutan. Makanya sebaiknya jangan menyebar konten-konten yang tidak jelas sumbernya, apalagi foto-foto korban, ya sebaiknya menghormati keluarga korban juga dengan tidak men-share,” lanjutnya.

Sugeng menuturkan, cara efektif melawan aksi terorisme di jagat maya adalah dengan kontra narasi. Kontra narasi ini bisa dicontohkan dengan sikap berani dan kampanye positif melawan terorisme. Sebagai contoh menyebar konten poster atau foto-foto bertuliskan ‘Surabaya Keep Strong’, ‘Suroboyo Wani!’ dan sebagainya.

Ditanya soal imbauan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) agar masyarakat melaporkan (report) konten provokatif, Sugeng menilai, fitur ‘report’ tidak terlalu efektif menghentikan penyebaran konten provokatif.

“Kurang efektif karena ya masih banyak orang yang mem-viralkan, yang me-repost lagi, jadi ya tidak bisa hilang. Selain itu, jika masyarakat menerima hoax, sebaiknya tidak disebar lagi. Artinya harus kritis dan melek media,” pungkasnya.(Der/Ak)