Aliansi Selamatkan Malang Raya Soroti Revisi Perda RTRW Kota Batu

Aliansi Selamatkan Malang Raya menyebutkan revisi Perda RTRW semakin membuka potensi rusaknya daya dukung lingkungan di Kota Batu. (Istimewa)

MALANGVOICE – Aksi simbolik penyerahan surat terbuka ke Pemkot Batu digelar Aliansi Selamatkan Malang Raya.

Mereka menyoroti degradasi ekologis imbas perubahan Perda RTRW Kota Batu bersamaan dengan peringatan Hari Anti Korupsi Dunia (Kamis, 9/12). Aliansi menilai perubahan Perda RTRW mengabaikan aspek lingkungan dan hak masyarakat.

Perwakilan Aliansi Selamatkan Malang Raya, Atha Nursasi mengatakan skema investasi yang berkaitan dengan alih fungsi lahan kerap menimbulkan persoalan terampasnya ruang hidup sebagai hak masyarakat. Di dalamnya pula ada indikasi praktif koruptif berhubungan dengan konversi lahan yang berpotensi pula terhadap kerusakan ekologis.

“Korupsi sangat berhubungan erat dengan kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM. Sayangnya, hubungan ini belum menjadi perhatian serius pemerintah, baik nasional maupun di berbagai daerah,” seru Atha.

Ia mengatakan, perubahan iklim dan perampasan ruang akibat alih fungsi begitu nyata di Kota Batu. Pernyataanya itu menyitir data Profauna yang menyebutkan 90 persen kawasan tutupan hutan lindung teralih fungsi. Dia juga menyodorkan data yang dirilis Walhi Jatim yang menyatakan 150 hektar kawasan lereng Gunung Arjuno juga beralih fungsi.

“Pada lahan pertanian, BPS menyebut dari total luas lahan pertanian 2.681 hektar tahun 2003, menyusut menjadi 2.373 hektar di tahun 2013. Tahun 2021 hanya tersisa 1.998 hektar. Kondisi ini disebabkan oleh konversi lahan untuk pembangunan, baik untuk pemukiman hingga infrastruktur kepentingan wisata hiburan,” imbuh pegiat anti korupsi di Malang Corruption Watch (MCW) itu.

Degradasi lingkungan semakin terbuka lebar dengan revisi RTRW yang secara prosedur maupun substansi sangat mengancam masa depan sosial ekologis di Batu. Atha mengatakan, aliansi menyoroti penyusunan revisi RTRW yang cacat karenabberlangsung tertutup dan nir partisipatif. Begitu juga secara subsatansi terdapat perubahan signifikan dan mengancam.

Setidaknya terdapat enam poin perubahan dan menjadi catatan Aliansi Selamatkan Malang Raya. Salah satunnya, penghilangan tiga jenis pola kawasan lindung antara lain hutan lindung, kawasan suaka dan cagar buadaya, dan kawasan rawan bencana. Selain itu, dua pola lainnya diganti dengan kawasan konservasi dan kawasan lindung geologis.

Atha menyampaikan, ada sejumlah tuntutan kepada pemerintah. Salah satunya mendesak kepada DPRD dan Walikota Batu untuk menghentikan segala bentuk pembangunan infrastruktur dan investasi yang syarat koruptif dan mengancam ekologis di Kota Batu.

“Hentikan revisi Perda RTRW yang pro investasi dan semakin memperparah keretakan ekologis di Kota Batu,” pungkasnya.(der)