Terwujudnya Pelayanan Publik untuk Kesejahteraan Rakyat

Oleh: Ahmad Fairozi *)

Pelayanan Publik merupakan isu strategis dengan semakin matangnya sistem berdemokrasi sebagai bagian dari hak dasar setiap warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Karena pelayanan publik adalah esensi dasar bagi terwujudnya keadilan sosial, ekonomi dan budaya. Tentunya, hal ini dilakukan untuk memenuhi kesejahteraan rakyat yang menjadi tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan publik oleh negara.

Buruknya pelayanan publik yang terjadi selama ini karena tidak adanya paradigma yang jelas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Kinerja pelayanan yang diberikan oleh birokrasi yang ada di Indonesia masih cukup kuat watak mengabdi kepada kekuasaan (state oriented) dibandingkan kepada publik (public oriented), sehingga wajah birokrasi di Indonesia terkesan otoriter.

Dengan situasi birokrasi yang demikian, tentu dalam pelaksanaan pelayanan publik yang diberikan oleh birokrasi akan terpola monarki, dimana pola tersebut jauh dari kesan demokrasi yang berkualitas, sehingga ujung-ujungnya hanya akan memunculkan kesan yang diskriminatif dan jauh dari keadilan sosial, ekonomi dan budaya.

Dalam sektor pelayanan publik, setidaknya ada tiga masalah penting yang perlu disikapi dalam menyelenggarakan pelayanan publik, yaitu besarnya diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian pelayanan dan rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Tidak sedikit masyarakat yang mengeluhkan akan sulitnya akses penyedia layanan ketika berhubungan dengan birokrasi.

Lahirnya Undang-undang (UU) Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) telah memberikan jaminan bagi setiap warga negara untuk dapat mengakses dan mendapatkan pelayanan yang baik. Tentunya pelayanan yang baik tersebut diperoleh dari penyelenggara pelayanan publik yang dalam hal ini adalah pemerintah.

Dengan adanya UU tersebut paling tidak telah memberikan ruang bagi masyarakat kepada penyelenggara layanan atas kualitas layanan yang diberikan. Masyarakat dapat menggunakan instrumen tersebut untuk mendapatkan kepastian atas layanan publik yang berkualitas serta transparan dalam proses penyelenggaraannya. Setidaknya dengan adanya kedua UU tersebut, penyelenggaraan pelayanan publik mendapatkan kepastian dalam hal pelayanan maupun kepastian hukum dalam proses penyelenggaraannya.

Harapan sekaligus tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang berkualitas, prosedur yang jelas, cepat dan biaya yang pantas akan terfasilitasi dengan baik, jika penyelenggara layanan mampu menerjemahkan tugasnya sebagai pemberi pelayanan terhadap masyarakat.

Karena tujuan UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik yang disebutkan pada pasal 3 bahwa, Pertama, terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggungjawab, kewajiban dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik. Kedua, terwujudnya sistem pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan peleyanan publik. Ketiga, terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan Keempat, terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Menurut Lenvine, dikutip dari “Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik” bahwa produk pelayanan publik dalam negara demokrasi paling tidak harus memenuhi tiga indikator, yakni pertama, responsivitas adalah daya tanggap penyedia jasa terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan; kedua, responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan; ketiga, akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

Pihak penyelenggara pelayanan harus mempunyai inovasi-inovasi baru dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang hendak menerima jasa pelayanan. Dengan melihat uraian diatas bahwa penyelenggara layanan harus memiliki tiga indikator utama, yaitu responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Denga terpenuhinya indikator tersebut, diharapkan mampu menjembatani masyarakat sebagai penerima jasa layanan yang baik dan tidak diskriminatif.

Proses pelayanan yang cepat, tepat dan biaya yang pantas, akan mendorong ketercapaian tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). Sehingga penyedia layanan benar-benar menjadi public oriented seperti yang telah menjadi amanat dari UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Hak warga negara dapat terpenuhi dengan baik serta berkeadilan sosial, ekonomi dan budaya.

Selain itu, dengan tingkat kepuasan masyarakat yang begitu rendah terhadap penyelenggara layanan publik selama ini, penyelenggara pelayanan publik akan sangat terbantu memulihkan kepercayaan masyarakat yang tentunya akan mendorong pada tingkat kepuasan yang tinggi. Tidak sekedar janji-janji palsu dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dan tentunya berbasis partisipasi masyarakat.

*)Divisi Data dan Program Good Governance Activator Alliance (GGAA) East Java.
spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait