Walhi: Pembangunan Jembatan Kaca Ancam Konservasi Alam dan Kultur Masyarakat Tengger

Kondisi daerah Konservasi di Jemplang. (WALHI/Mvoice).

MALANGVOICE – Rencana pembangunan jembatan kaca dan beberapa infrastruktur lain di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) mendapat perhatian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

Menurut mereka, rencana tersebut dapat mengancam kelestarian ekologi dan adat karena berada di zona konservasi, yang berbeda di Jemplang, Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo.

Dewan Daerah WALHI Jawa Timur (Jatim), Purnawan Dwikora mengatakan, rencana pembangunan jembatan kaca tersebut masuk wilayah kawasan masyarakat suku Tengger yang termasuk high value conservation (HCV).

Baca juga: 31 Objek Diduga Cagar Budaya Kota Malang Menanti Ditetapkan

“Itu wisata buatan, hanya ditempelkan kepada wisata alam. Orang-orang datang ke Bromo itu untuk menikmati keindahan panorama alam, bukan untuk selfie di atas jembatan kaca,” katanya.

“Itu benda artificial yang dilekatkan ke panorama alam,” lanjut pria yang akrab disapa Pupung, Ahad (26/9).

Pupung menjelaskan, konservasi tersebut memiliki keterkaitan sangat erat antara alam dan kultural atau budayanya.

Jadi konservasi itu tidak hanya dilihat dari segi keanekaragaman hayatinya saja, namun juga harus melihat konservasi kultural yang ada di kawasan tengger. Itulah yang membuat kawasan Tengget termasuk di dalam kawasan HVC.

Baca juga: Tutup Selama PPKM, Perekonomian di Kampung Tematik Amburadul

“Pembangunan jembatan kaca itu jelas mengancam, dan akan terjadi kerusakan (alam) dan juga erosi kultural. Orang Tengger melihat kawasan Jemplang itu sebagai pintu masuk menuju tanah suci, mereka selalu pamit ke luluhur dengan menaruh sesajen kalau akan menuju ke dasar, lautan pasir sebagai kawasan suci supaya tidak naas atau sial,” terangnya.

Untuk itu, lanjut Pupung, saat ini WALHI menaruh perhatian khusus atas kasus yang terjadi di TNBTS untuk dijadikan salah satu triger bagi kawasan taman nasional lain di Indonesia yang sedang dilanda kasus serupa.

“Kami ingin mengkoreksi kebijakan yang salah dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) atas wilayah konservasi. KLHK tugasnya adalah memelihara kawasan hutan, jangan mikir bisnis yang menurunkan nilai-nilai konservasi,” jelasnya.

Menurut Pupung, seharusnya KLHK juga bertugas untuk meningkatkan kesadarpahaman masyarakat atau warga sekitar atas nilai-nilai konservasi. Bahkan Ia menyebut, soal rencana pembangunan jembatan kaca itu, sudah menjadi salah satu hal yang dibahas di pertemuan nasional lingkungan hidup (PNLH) WALHI di Makasar.

“Ini akan menjadi perhatian kami, WALHI nasional yang akan berjaringan dan melakukan advokasi itu. Ini pun juga menjadi salah satu upaya komunikasi. Intinya, WALHI akan melakukan advokasi dan koreksi,” pungkasnya.

Sebagai informasi, TNBTS merupakan kawasan konservasi dengan luas 50.276,20 hektare yang secara administratif terletak di wilayah Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang.

Namun, jika berdasarkan temuan WALHI Jatim, sasaran proyek tersebut di kawasan konservasi di Jemplang, yang berada di daerah administrasi Dusun Jarak Ijo, Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang.(end)