Terkait Pajak Hiburan, BP2D Kota Malang Tampung Aspirasi Seniman

Pajak Hiburan Dikeluhkan Seniman

Kepala BP2D Kota Malang, Ir H Ade Herawanto MT. (Istimewa)
Kepala BP2D Kota Malang, Ir H Ade Herawanto MT. (Istimewa)

MALANGVOICE – Sejumlah tokoh seniman di Kota Malang berkumpul dalam forum bertajuk ‘Kebijakan Pajak Hiburan dan Tontonan untuk Perkembangan Komunitas Musik Kota Malang’. Ajang yang diakomodir oleh Malang Musik Bersatu (MMB) itu berlangsung di Museum Musik Indonesia (MMI) Gedung Gajayana Malang, Senin (26/2) malam.

Sejumlah seniman, komunitas dan pemerhati musik serta pegiat event organizier turut serta. Forum tersebut menyoroti pajak hiburan dan tontonan yang selama ini dibebankan kepada mereka. Keluhan pun muncul dari para seniman.

Merespon hal ini, Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kota Malang menegaskan bahwa penerapan pajak hiburan sebesar minimal 15 persen sudah mengacu peraturan perundang-undangan yang berlaku sejak tahun 2009. Regulasi yang dimaksud adalah UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Lebih lanjut, regulasi tersebut kemudian dijabarkan dalam Peraturan Daerah (Perda) No 2 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perda No 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Disebutkan bahwa penyelenggaraan hiburan termasuk di dalamnya adalah semua jenis tontonan, pertunjukan dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran adalah termasuk sebagai objek pajak hiburan dan dikenakan Pajak Hiburan sebesar 15 persen.

Sehubungan dengan hal tersebut, penyelenggara hubungan insidentil yang dilaksanakan oleh hotel/cafe/resto wajib memberitahukan kegiatan tersebut kepada Badan Pelayanan Pajak Daerah Kota Malang. Ade menegaskan, sesuai amanah undang-undang bahwa azas pajak adalah bersifat adil dan memaksa.

Adil, menurut mantan Kabag Humas Setda Kota Malang ini, antara lain tetap memberi kemudahan dan keringanan bagi Wajib Pajak yang tidak mampu, miskin atau bangkrut. Mereka yang keberatan ini bisa mengajukan keringanan tertulis sebelum mengadakan kegiatan jasa hiburan dan ketentuannya sudah diatur dalam Perda.

“Sedangkan sifat memaksa antara lain contohnya adalah silahkan saja melakukan tax avoidence, tidak mau bayar, demo bahkan memboikot. Tapi kami tetap menjalankan tugas sesuai amanat undang undang yang berlaku,” lanjutnya.

Sebab, masih kata Ade, konsekuensi hukumnya jelas, pelanggaran terhadap undang-undang pajak adalah pidana. Karena itu, konsekuensi selanjutnya harus siap mempertanggungjawabkannya di depan penegak hukum dan bahkan bisa dianggap merugikan negara.

Terkait pernyataan yang dilontarkan oleh sekelompok musisi mewakili seniman dan budayawan Kota Malang tersebut, belakangan ada sejumlah pihak yang berpendapat bahwa keluhan dan kritik itu sangat mengherankan jika dilontarkan saat ini.

Karena momentumnya bersamaan dengan masa kampanye Pemilihan Walikota (Pilwali) Malang. Lalu mereka mengkaitkan-kaitkannya dengan agenda politik dan momen tahun politik 2018 dan 2019.

Namun Ade d’Kross, sapaan akrab Kepala BP2D, dengan tegas menampiknya.“Selaku aparat pajak yang notabene juga bagian dari staf Pemkot Malang, maka kami harus tetap bersikap obyektif, fairplay dan bekerja sesuai prosedur serta aturan yang berlaku tanpa terpengaruh oleh situasi politik,” seru pria yang juga tokoh Aremania ini.

Sejalan dengan itu, dia menegaskan, semua kritik, masukan, saran dan keluhan masyarakat dari golongan apapun akan ditampung. Selanjutnya BP2D Kota Malang akan mengkaji saran tersebut demi perbaikan-perbaikan ke depan.

Perbaikan itu bisa saja meliputi aspek regulasi ataupun pelaksanaan pelayanan masyarakat di bidang perpajakan. Apalagi saat ini pihak eksekutif dan legislatif Kota Malang juga sedang mematangkan revisi berbagai regulasi daerah seperti Perda dan Peraturan Walikota (Perwal).

“Untuk itu, kami atas nama Pemerintah Kota Malang menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua elemen masyarakat yang telah memberi saran, masukan serta kritikan membangun demi kemajuan Bhumi Arema tercinta,” tandasnya.

Terlebih, bagi Ade Herawanto, sebenarnya mereka yang memberi saran dan keluhan ini notabene adalah sahabatnya, para penggiat musik di Kota Malang yang selama ini sering berinteraksi di berbagai event maupun kegiatan musik dan kesenian. Sejalan dengan itu, Ade juga meminta maaf kepada para musisi, seniman, budayawan ataupun event organiser serta pengusaha cafe, pub dan bar jika ada ketidaknyamanan pada saat ditagih kewajiban pajaknya.

“Akan tetapi karena hal itu sudah merupakan kewajiban tiap warga negara yang baik, maka kami yakin apabila ada permasalahan tentang pembayaran pajak, semua akan bisa diselesaikan secara normatif dan baik-baik dengan mengacu pada aturan dan mekanisme yang berlaku,” tutupnya. (Der/Ery)