Rembuk Nasional Suporter Sepakbola Pada Momentum yang Tepat

Suli Daim di tengah pemain PS HW. (Mavoice/Ist)

MALANGVOICE – Rencana rembuk nasional suporter sepakbola se-Indonesia merupakan ide yang cerdas. Momentumnya tepat untuk melakukan perbaikan persepakbolaan nasional yang harus segera direalisasi.

“Kami mengapresiasi ide bagus Menko PMK Muhadjir Effendy sebagai upaya perbaikan sepak bola agar semakin lebih baik,” tutur Presiden Hizbul Wathan FC (HWFC) Suli Daim, Rabu (19/10).

Suporter sepakbola seluruh Indonesia akan berkumpul di Malang untuk melakukan Rembuk Nasional, 23-24 Oktober 2022 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Mereka akan membahas sekitar reposisi dan empowering (pemberdayakan) eksistensi suporter dalam kerangka transformasi persepakbolaan nasional. Acara ini diprakarsai Menko PMK Muhadjir Effendy berkolaborasi dengan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Baca Juga: Cak Udin Terjunkan Relawan Bantu Korban Terdampak Banjir Malang Selatan

Baca Juga: Tim Polinema Raih Silver Medal Lewat Inovasi E-MAS

Baca Juga: 1.939 Keluarga di Malang Selatan Terdampak Banjir dan Tanah Longsor

Suli Daim memberikan tiga alasan bahwa tranformasi persepakbolaan nasional harus segera diwujudkan.

Pertama, ketidakdewasaan pendukung (suporter). Para pendukung sepak bola yang tidak bersikap dewasa riskan memicu konflik yang berujung baku hantam dan menelan korban.

Kedua, aparat keamanan. Sebuah laga pertandingan, aparat keamanan harus dipersiapkan secara matang, baik dari kuantitas maupun peralatan yang dibutuhkan.

Bacq Juga: Kapolda Jatim Umumkan Autopsi Korban Kanjuruhan Dibatalkan

Bacq Juga: Pemkot Malang Wacanakan Renovasi Stadion Gajayana untuk Home Base Singo Edan

Ketiga, panitia pelaksana. Pelaksanaan pertandingan sepak bola harus benar-benar dipersiapkan secara matang, tidak setengah-setengah, mengingat tensi rivalitas antar klub begitu tinggi. Panitia pelaksana harus memperhitungkan segalanya, mulai dari kapasitas penonton, ketersediaan dan keamanan fasilitas, jumlah aparat keamanan harus sebanding dengan jumlah penonton, serta segala hal yang mendukung lancarnya pelaksanaan pertandingan.

“Di Eropa tensi kontradiktif antarkubu sangat tinggi, tapi hanya berlangsung 2 x 45 menit ketika pertandingan. Para pendukung sepakbola di Eropa memang lebih dewasa dibandingkan pendukung sepakbola di negara kita,” tuturnya.

Menurut Suli, langkah yang harus dilakukan dalam kerangka transformasi adalah pertama, pembinaan terhadap para suporter. Pembinaan ini menjadi tanggung jawab bersama, klub pun wajib memberikan training atau pembekalan dalam menyikapi rivalitas sehingga menjunjung sportivitas.

Kedua, aparat keamanan harus lebih manusiawi dalam menangani kericuhan. Hal ini bisa dilakukan dengan adanya pembekalan sebelum terjun ke lapangan. SOP yang dijalankan harus jelas sehingga penggunaan senjata atau alat terlarang benar-benar tidak digunakan.

“Penanggung jawab pertandingan mulai dari panitia pelaksana, pelaksana liga, PSSI, hingga pemerintah tidak boleh lepas tangan. Semua pihak harus melakukan evaluasi menyeluruh dan pembenahan,” pungkasnya.(*)

Naskah dikirim Anwar Hudijono, wartawan senior.
(Disclaimer: Naskah di luar tanggung jawab redaksi)