Prof Hary Susanto dalam kenangan: Merawat Jejak Ilmu yang Berpihak dan Menyadarkan

Oleh: Yunan Syaifullah *)

KEMATIAN adalah jalan menuju keabadian. Setiap pribadi akan menjumpai. Karena hal itu sebuah takdir yang tak lagi bisa dihindari. Hanya persoalan waktu menjemputnya. Keyakinan itulah yang mendasari pada diri seseorang yang beragama.
Kehidupan pada dasarnya pertemuan dua aras, yakni perjumpaan dan perpisahan. Ada kelahiran. Dan, kematian.

Setidaknya, ilustrasi tersebut yang bisa digunakan dalam menguraikan sisi lain dari Prof Dr Hary Susanto SE SU. Pendidikan dan ilmu-lah yang mempertemukan pilihan hidupnya. Sekaligus, ilmu yang didalami –khususnya ekonomi—pula yang menjadi tempat terakhir hingga ujung karir sebelum maut menjemputnya karena sakit yang dideritanya sekian tahun terakhir.

Prof Dr Hary Susanto SE SU, sebagai guru besar ekonomi, sesungguhnya bukan termasuk ilmuwan dan ekonom yang terkenal dan populer di negeri ini, yang selalu menghiasi pemberitaan dan pemikiran ekonomi di media. Hal ini tidak lepas dari pribadinya yang santun, bersahaja dan low profile.

Hal itu bisa dibuktikan dan ditelusuri jika mencoba untuk mencari nama lelaki yang lahir di kota Mojokerto pada 11 Juli 1950 silam melalui mesin pencari di internet.

Baik nama maupun profile-nya. Meski tidak banyak sumber yang bisa untuk dipergunakan untuk menceritakan sosok ini. Namun, bagi para kolega dan banyak pihak akan mengakui integritas dan pemikirannya yang berkaitan dengan ilmu ekonomi yang didalami untuk kepentingan masyarakat.

Khususnya, keyakinan yang dimiliki dalam memberikan perlindungan dan keberpihakan bagi orang kecil.
Integritas pemikirannya, dipilih dan dijalani Prof Dr Hary Susanto SE SU, dalam kehidupan nyata.

Sebagai ilmuwan dan ekonom tidak berjarak dengan realitas. Tidak terbersit sekalipun untuk memelihara posisi dirinya di puncak menara gading sebagai seorang profesor.

Bahkan, kesehariannya tidak pelit ilmu kepada siapapun yang datang meminta tolong. Kedermawanan sosial dirinya adalah implementasi pilihan ilmu yang didalaminya. Karena, ilmu ekonomi mensyaratkan tentang charity pada sekelilingnya.

Garis keberpihakan makin terlihat saat orasi ilmiah dalam pengukuhan guru besar dirinya, 25 September 2004 dengan mengusung judul Perbankan Bagi Kelompok Miskin

Judul yang dipilih, diakui oleh sejumlah kalangan membuat kaget dan menyadarkan bahwa tema itu keluar dari mainstream ilmu ekonomi khususnya di Indonesia. Utamanya di wilayah pendidikan ilmu ekonomi pada kota Malang. Kesadaran yang terbangun bahwa ilmu ekonomi itu harus memberikan keberpihakan bagi masyarakat.

Pemikiran sosok ini, harus dikaui secara jujur dan objektif lebih mendahului ekonom Bangladesh Muhammad Yunus, yang mempopulerkan Grameen bank sebuah bank untuk kaum miskin pada tahun awal 2000an.

Apabila dirunut jauh sebelum pemikiran yang tegas, keras dan penuh integritas itu dikenal banyak kalangan. Penulis sudah dibuat tertegun dan menyimak pemikiran Prof Dr Hary Susanto SE SU, saat mengikuti mata kuliah ekonomi moneter yang diajarkan pada tahun 1990an.

Pada saat itu mata kuliah itu adalah mata kuliah wajib yang harus ditempuh. Saat memberikan materi, lelaki ini sangat runtut dan mendalam saat memberikan materinya dengan berulangkali memberikan contoh nyata. Materi itu yang mendorong penulis untuk mempelajari lebih jauh.

Dalam suatu kesempatan, lelaki itu mengatakan bahwa ilmu ekonomi akan berubah sejalan dengan waktu. Ilmu pengetahuan makin maju. Tehnologi informasi, komputasi dan transportasi telah beubah lebih cepat dan akan berbiaya rendah. Kelak pernyataan Prof Dr Hary Susanto SE SU, benar-benar menjadi kenyataan dan disadari penulis belakangan hari.

Meskipun scope ilmu ekonomi semakin luas, namun pada intinya, economics is the science of choice. Sebagai sebuah science, ilmu ekonomi adalah sebuah pengetahuan yang mencoba menjelaskan perilaku manusia sebagaimana adanya—bukan idealnya seperti apa.

Sebagai sebuah ilmu pengetahuan, ilmu ekonomi memiliki ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi) ilmu ekonomi itu disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan.

Sayangnya filsafat ilmu ini tidak banyak dipahami oleh dosen ilmu ekonomi di masa sekarang. Karena itu, institusi pendidikan yang baik membutuhkan tiga unsur, yakni: dosen yang baik; kurikulum, dan sistem pendidikan yang baik, serta mahasiswa yang baik dan hebat.

Selamat jalan Prof Dr Hary Susanto SE SU…

*)Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang.