Pelanggaran Kemanusiaan di Panti Tunas, Ini Sikap Pimpinan Pusat Pelajar Muhammadiyah

Seto Mulyadi saat mengunjungi Panti (Ft: antaranews.com)
Seto Mulyadi saat mengunjungi Panti (Ft: antaranews.com)

MALANGVOICE – Beberapa waktu ini kita disuguhi cerita yang memilukan dari Pekanbaru, Riau. Panti Asuhan dan Panti Jompo Tunas Bangsa yang seharusnya menjadi rumah kemanusiaan justru menjadi pelaku yang merenggut hak-hak kemanusiaan.

Kejadian ini bermula dari kematian M. Zikli (18 bulan) pada 15 Januari 2017 lalu yang dinilai tidak wajar. Bayi malang itu diduga mengalami gizi buruk dan mendapatkan tindak kekerasan.

Dari hasil penelusuran pihak kepolisian, ditemukan kondisi yang sungguh tidak manusiawi. Ketika mengunjungi panti asuhan, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) menemukan 6 bayi dengan kondisi yang memprihatinkan.

Laporan berlanjut hingga akhirnya Dinas Sosial Riau bersama Dinas Kesehatan dan polisi melakukan sidak di dua panti lainnya yang dikelola oleh yayasan yang sama. Dua panti tersebut dikhususkan untuk menampung pengidap gangguan jiwa dan lanjut usia atau jompo.

Hasilnya, di panti pertama ditemukan 13 orang jompo dan pengidap gangguan jiwa sedangkan panti kedua dihuni 19 orang yang serupa. Kondisi hidup mereka tidak layak. Bangunan tempat mereka tinggali dibuat layaknya penjara. Penghuni panti tidak terawat, kurus, dan dibiarkan kelaparan. Ada dugaan terjadi tindak kekerasan dan human trafficking di panti tersebut.

Atas kejadian ini, dalam keterangan tertulis yang diterima MVoice, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) menyatakan sejumlah hal, di antaranya menyampaikan bela sungkawa atas kematian adik kami M. Zikli karena tindakan yang dilakukan oleh pengurus panti yang mengabaikan hak-hak kemanusiaan. Sebagai bayi yang berusia 18 bulan, masa-masa ini seharusnya menjadi momen penting bagi proses tumbuh kembangnya.

Kedua, turut prihatin atas perlakuan tidak manusiawi yang dialami bayi, pengidap gangguan jiwa, dan para lansia lainnya. Tindakan yang dilakukan pengurus panti menyalahi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 30/HUK/2011 Tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, dan berbagai peraturan yang berkaitan lembaga kesejahteraan sosial lainnya.

Ketiga, mendorong pemerintah dan lembaga terkait untuk mengusut tuntas kejadian tersebut dan memberikan hukuman yang setimpal sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini, aturan harus ditegakkan dengan tegas. Apalagi izin penyelenggaraan panti sosial yang dilakukan oleh Yayasan Tunas Bangsa sudah kadaluarsa sejak 2011, dan harus ditutup.

Keempat, mendorong pemerintah dan lembaga terkait untuk aktif memonitoring penyelenggaraan panti sosial di wilayahnya masing-masing. Pengelolaan panti seharusnya dilakukan secara profesional. Sebab, penyelenggaraan panti berkaitan dengan kehidupan orang banyak. Salah mengelolanya berarti salah memperlakukan manusia berdasarkan hak-hak hidupnya.

Selama ini Muhammadiyah konsen pada kelompok sosial yang termarjinalkan ini. Ada 318 panti asuhan dan 54 panti jompo yang tersebar di seluruh Indonesia. Memberikan pelayanan terbaik terhadap mereka merupakan pemaknaan terhadap surat Al-Ma’un yang diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan.

Kelima, PP IPM juga berkomitmen untuk terus mengadvokasi isu-isu anak, pelajar, remaja, yang selama ini kerap mendapatkan diskriminasi dan tindakan kekerasan.