Panglima TNI : Bahaya Proxy War, Tak Jelas Siapa Kawan Maupun Lawan

Kunjungan Panglima TNI Gatot Nurmantyo

Panglima TNI memaparkan bahaya proxy war di UIN Malang. (Anja a)
Panglima TNI memaparkan bahaya proxy war di UIN Malang. (Anja a)

MALANGVOICE – Dalam beberapa kesempatan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmatyo kerap kali memberikan pernyataan mengenai bahayanya proxy war.

Ketakutan itu sering diungkapkannya saat masih menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan TNI Darat (KSAD). Menurutnya, proxy war adalah kekuatan besar yang memainkan perannya secara tidak langsung melalui pihak ketiga.

“Melalui perang proxy, tidak dapat dikenali dengan jelas siapa kawan dan siapa lawan karena musuh mengendalikan dari jauh,” kata Gatot saat memberikan ceramah di Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Jumat (24/11).

Gatot mengatakan, perang proxy merupakan kepanjangan tangan suatu negara berupaya mendapatkan kepentingan strategisnya. Namun demi menghindari keterlibatan secara langsung dengan melakukan perang yang mahal dan berdarah.

“Perang ini, kita tidak dapat mengenali dengan jelas siapa kawan dan siapa lawan, karena musuh sendiri mengendalikan non state actors dari jauh. Contoh keberhasilan proxy war bisa dilihat dari negara Suria. Jangan sampai Indonesia yang damai tenteram porak poranda terpecah belah karena provokasi,” jelasnya.

Menurutnya, proxy war ada karena perkembangan jumlah penduduk yang semakin pesat. Bayangkan saja, bumi yang hanya menampung 4 miliar penduduk saja, kini terisi 7 miliar penduduk. Artinya penduduk sudah overload. Ini menyebabkan ketersediaan pangan menipis, pola hidup berubah, jumlah kematian anak dan bayi meningkat, perkembangan pesat teknologi dan sosial media. Dari situlah proxy war lahir.

Di Indonesia, jelasnya, proxy war sudah berlangsung dalam beragam bentuk. Selain gerakan separatis, upaya tersebut dilakukan melalui sejumlah jurus. Di antaranya demonstrasi massa, sistem regulasi yang merugikan, maupun bentrok antar kelompok.

“Demonstrasi yang membawa tuntutan tidak masuk akal dan bersifat memaksa misalnya patut dicurigai sebagai indikasinya proxy war di Indonesia,” jelasnya.

Di luar kejadian antar-kelompok, banyaknya bentrok di Tanah Air di kalangan pelajar hingga mahasiswa juga menyita perhatian jenderal bintang empat kelahiran Tegal itu.

“Apakah pertikaian antar kelompok yang terjadi di Indonesia bukan sengaja diciptakan dan didesain oleh aktor dalan negeri yang dikendalikan oleh negara lain,” tegasnya.

Sebagai solusinya, jelas Nurmantyo yang pernah menjabat sebagai Pangkostrad itu, semua komponen perlu back to basic. Memahami bahwa cinta dan kepedulian terhadap kepentingan negara harus menjadi kepentingan tertinggi di atas segala-galanya.(Der/Aka)