“KETIKA SI BISU MEMBACA PUISI”

Ia menunjuk ke halaman dari puisi yang kubaca kemarin, “Maksudku, pernah memperhatikan semua yang ada padanya? Fisiknya. Lakunya. Sifatnya. Kemudian, kau sadar bahwa ia mengubahmu menjadi…peniru.”

Aku terkesimah. Perempuan ini benar.

Karena dia, kadang aku ikut mendongak ke jendela, mengikuti gerakan tangannya ketika membolak-balik halaman, atau tersenyum dari balik rak buku ketika melihatnya tersenyum. Bahkan, karenanya pula aku ikut membaca puisi ini setiap hari, meresapi kata-kata dan berprasangka sekaan puisi itu dibuat untukku. Bila aku mampu berbicara, maka aku akan menyampaikan ini kepadanya,“Tidak banyak yang tahu tentang bagaimana cinta mengubah sesuatu hal, bukan? Karenamu, aku misalnya.”

“Aku penulis yang sudah mati jiwanya. Aku tak dapat menulis puisi lagi.” Ia menutup buku puisi tadi dan menyerahkannya dengan sopan, ”Tadinya, aku akan membacakan puisi itu untuknya. Ia penulis yang sering datang ke sini dulu. Kau kenal? Ia setinggi dirimu, berwajah kotak dengan rambut diikat ke belakang. Pakde Gimun mengenalnya. Aku pernah berbincang dengannya sekali. Katanya, ia sering duduk, membaca buku, menatapi jendela di sini, sebelum ia menyumbangkan buku itu lalu berangkat ke kota sebelah bersama kekasihnya.”

Aku diam. Ia diam. Sementara ia mengenang, kiamat mampir di dadaku. Sore itu, hatiku berkata-kata dalam bahasa kacau. Entah apa yang ada dibenaknya kalau tahu wajah murungku ini bukan simpati melainkan patah hati. Aku seakan mendapati diri dalam diorama—ia dan perasaannya adalah aku, lelaki yang berharap pada yang tak mampu digapai.
Aku adalah peniru yang hanya berdiri menikmati dari jarak tertentu.

Kini, aku tahu ini tak ada hubungannya dengan ejaan lama yang sulit untuk dimengerti, keindahan yang tiba-tiba hilang dari flamboyan yang tak bersiuk karena tak ada angin, atau langit yang kemerahan hingga awan nampak macam gumpalan asap bakaran sampah. Aku tak bisa protes seluka apapun itu, terutama, ketika tahu untuk siapa puisi itu akan ia bacakan.

*****

*Dee Hwang, Kelahiran 9 September 1991. Lulusan FKIP Biologi UNSRI. Terakhir aktif menekuni dunia musik sebagai pemain Biola di SAMS Jogjakarta.

Berita Terkini

Arikel Terkait

Tuan Tukang Cerita

MATTALI