Hadiri Zhenghe Internasional Conference, Bung Edi Teladani Warisan Toleransi Gus Dur

Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko menghadiri Zhenghe Internasional Conference di Jatim Expo Convention Hall Surabaya, Selasa (15/7). (Humas Pemkot Malang)

MALANGVOICE – Toleransi yang tertuang dalam Bhinneka Tunggal Ika menjadi pedoman berbangsa dan bernegara. Hal itu juga ditegaskan Wakil Wali Kota Malang saat menghadiri Zhenghe Internasional Conference di Jatim Expo Convention Hall Surabaya, Selasa (15/7).

“Merawat kebhinekaan, toleransi dan kebangsaan sangatlah penting. Itu yang saya tangkap pesan dari penyelenggaraan Konferensi Internasional Zhenghe (Ceng Ho) ke-5,” kata Bung Edi sapaan akrabnya.

Bung Edi menambahkan, bahwa modal strategis yang dimiliki Kota Malang adalah kondusifitas. Hal itu terwujud berkat kontribusi kerukunan hidup antar umat beragama di kota berjuluk Bumi Arema tersebut. Termasuk juga kontribusi komunitas Tionghoa dalam pembangunan di Kota Malang.

“Sebagai bangsa besar dengan kekuatan kebhinekaan, dan tadi juga sempat diceritakan tokoh PITI di pembukaan acara tadi, bahwa Gus Dur (Abdurrahman Wahid) dalam merangkul komunitas Tionghoa, menegaskan masuknya Islam ke Nusantara juga diwarnai oleh Islam dari dataran Cina, salah satunya oleh Laksamana Cheng Hoo,” urai pria juga Politisi Golkar ini.

“Maka tidak elok dan kurang arif apabila tetap saja ada yang membangun narasi stereotipe, ” pungkasnya.

Hal senada disampaikan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Bahwa bahwa sumbangsih dan karya terbesar Bangsa Indonesia adalah kekayaan multi etnis serta keberhasilan (Islam) dalam membangun dialog antar budaya, suku dan ras.

” Ini juga warisan tak ternilai dari guru bangsa, Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid),” kata Khofifah dalam konferensi mengangkat tema Indonesia dan China, Berbagi Nilai Nilai Agama, Budaya dan Masyarakat tersebut.

Sementara itu, Rektor UIN Surabaya Prof. Masdar Hilmy, dalam laporannya menyatakan ke-Chinaan dan ke-Indonesiaan sudah sedemikian menyatu. Sehingga sangat sulit melepaskannya, mulai dari budaya, agama Islam sampai soal kuliner.

“Kita perlu kabarkan terus, bahwa ini lho kita (Indonesia), sebenarnya sudah menyatu. Tak perlu lagi ada segregasi atau pemisahan -pemisahan yang nantinya malah menjadi komoditas politik, yang justru dapat menghancurkan kebangsaan kita,” jelasnya.

Perlu diketahui, Zhenghe International Conference digelar pertama di Malaysia (2015), berlanjut di Dubai (2016), Kazakhastan (2017), Pakistan (2018) dan di tahun 2019 Indonesia diberi kepercayaan selaku tuan rumah konferensi. Yayasan Zhenghe Internasional juga memberikan plakat penghargaan tokoh perdamaian kepada Gus Dur yang diterima oleh Sinta Nuria Wahid. (Der/Ulm)