MALANGVOICE– Majelis Permusyawaratan Cabang Pemuda Pancasila (MPC PP) Kota Batu menggeruduk Balai Kota Among Tani, Kota Batu, Senin (8/1). Organisasi kemasyarakatan dan pemuda (OKP) itu melakukan aksi solidaritas dengan menyuarakan tiga tuntutan melalui orasi kepada Pemkot Batu.
Tiga tuntutan yang disampaikan saat unjuk rasa meliputi kebijakan Pemkot Batu yang belum berpihak pada kearifan lokal. Kedua terkait penanganan sampah yang belum sepenuhnya tuntas. Ketiga mengenai pedagang Pasar Pagi yang masih berada di tempat relokasi Stadion Brantas.
Hingga kini para pedagang itu belum mendapatkan kejelasan terkait penempatan. Sekalipun Pasar Induk Among Tani sudah beroperasi sejak Oktober lalu dan diresmikan pada Desember lalu oleh Presiden RI, Joko Widodo.
“Sampah berceceran dimana-mana, kebijakan Pemkot Batu tidak memperhatikan kearifan lokal. Realitanya masyarakat kecil, pelaku usaha kecil dan petani masihlah sangat kesulitan di berbakai sektor. Kalau tidak siap menata Kota Batu mending mundur,” kata salah satu anggota MPC Pemuda Pancasila saat orasi di halaman Balai Kota Among Tani.
Baca juga:
Tunjukkan Progres yang Cukup Memuaskan Selama Setahun Pimpin Kota Batu
Pengakuan Pelaku Mutilasi Sawojajar, Kenal Korban dari Medsos
SSB Arunda Beri Support Tim Diklat Malang Berjuang di Piala Soeratin
3 Mesin Incinerator Tiba, Pemkot Batu Berencana Fungsikan Kembali TPA Tlekung
Ketua MPC Pemuda Pancasila Kota Batu, Endro Wahyu Wijoyono, menilai Pemkot Batu masih jauh berpihak pada kearifan lokal masyarakat dalam penyusunan kebijakannya. Menurutnya sangat timpang tatkala disandingkan dengan sejumlah penghargaan yang diterima Pemkot Batu. Ia menilai pemkot hanya mengejar sebuah prestise penghargaan simbolik sebagai “pencitraan” semata.
“Selama ini belum ada regulasi seperti daerah lain yang betul-betul memberikan perlindungan terhadap kearifan lokal,” kata Endro.
Ia mencontohkan, pelaku usaha kecil seperti dianaktirikan tanpa ada pendampingan dari pemangku kebijakan. Sehingga mereka terkesan berjuang sendiri dan makin terpuruk. Di samping itu Kota Batu yang dikenal sebagai daerah agraris tidak memberikan perhatian kepada para petani yang dibelit persoalan klasik seperti sulitnya mendapat pupuk subsidi dan akses pemasaran.
“Kami mendesak Pemkot Batu lebih peduli memberikan perlindungan agar warga Kota Batu tidak hanya menjadi penonton. Semisal hasil pertanian dan UMKM pemasarannya diprioritaskan agar diserap industri perhotelan, tempat usaha serta instansi pemerintah maupun swasta,” papar dia.
Baca juga:
Tanam Ribuan Bibit Cabai untuk Tekan Inflasi
Kejaksaan Batu Bakal Umumkan Perkembangan Kasus Korupsi Puskesmas Bumiaji di Awal Tahun 2024
Pusat Oleh-oleh Buah Tangan Tangkap Peluang Libur Natal Tingkatkan Omzet Penjualan
Resmikan Pasar Induk Among Tani, Jokowi Berharap Pedagang Sejahtera
Selain itu, Endro menegaskan, marwah organisasinya dibuat tercoreng atas tuduhan tak berdasar. Ia meluruskan bahwa MPC Pemuda Pancasila Kota Batu tak ada niatan sedikitpun untuk menguasai pengelolaan parkir di area Pasar Induk Kota Batu. Justru pihaknya ingin memberdayakan masyarakat di sekitar pasar merasakan dampak positif pembangunan Pasar Induk Among Tani. Salah satunya dengan mempekerjakan masyarakat setempat sebagai juru parkir.
“Kami mengusulkan agar penataan pasar mempertimbangkan kearifan lokal. Sehingga masyarakat setempat mendapat penghasilan. Apalagi Kota Batu saat ini menduduki peringkat tertinggi angka pengangguran di Jatim,” tegas dia.
Tuntutan lainnya yang disuarakan mengenai persoalan sampah yang dirasa pengelolaannya belum tuntas sepenuhnya. Tata kelola sampah masih meninggalkan problem. Pemkot Batu juga terkesan gagap mengatasi persoalan sampah yang menumpuk di sudut-sudut kota lantaran ditutupnya TPA Tlekung. Hingga ujungnya, pengelolaan sampah diserahkan kepada pemdes/kelurahan agar mengelola sampahnya secara mandiri melalui TPS3R. Hal itu mencerminkan Pemkot Batu melepas tanggung jawabnya.
Endro mengatakan, sampah Kota Batu bukan melulu bersumber dari limbah domestik rumah tangga. Lantaran sebagai daerah wisata ada konsekuensi yang patut diperhatikan yakni sampah yang bersumber dari perhotelan dan objek-objek wisata. Sehingga ia menekankan agar Pemkot Batu melakukan langkah komprehensif. Jangan melimpahkan tanggung jawab dan memanipulasi pemdes/kelurahan.
“Kami bukan hanya protes tapi juga pernah memberikan solusi. Ada salah satu DPR RI yang siap membantu mengurai persoalan sampah secara holistik dibantu peralatan mutakhir. Tapi pemkot sendiri tidak jemput bola dengan tawaran itu,” ungkap dia.
Tuntutan ketiga yakni mempertanyakan kejelasan Pemkot Batu dalam penataan ribuan pedagang Pasar Pagi. Karena selama ini para pedagang masih berada di tempat relokasi Stadion Gelora Brantas. Mereka belum dipindahkan ke Pasar Induk Among Tani.
“Kami berharap segera dipindahkan saja. Kalau terus-terusan di situ stadion jadi kumuh. Artinya semua bisa berjalan asal dibangun komunikasi,” pungkasnya.