Flora Fauna Endemik di Gunung Bromo Terancam Punah Gara-gara Ini

Tanaman lavender yang disebut sebagai tanaman invasi, ada di Padang Savana oro-oro Ombo, Semeru, (Fanpage FB Wonderful Indonesia).

MALANGVOICE – Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) telah mendapatkan kabar baik dan buruk terkait flora dan fauna endemik yang ada di Gunung Bromo.

Kabar baik berupa bertambahnya populasi beberapa hewan, mulai dari Macan Tutul dan Burung Garuda (Elang). Sementara itu kabar buruk datang dari sejumlah populasi tanaman anggrek endemik khas Bromo-Semeru yang terancam punah.

Menurut Koordinator Pengendalian Ekosistem Hutan TNBTS, Toni Artaka, ada sejumlah ancaman kepunahan sejumlah spesies flora dan fauna endemik.

“Ancaman kepunahan flora dan fauna karena adanya Alien Species, sifat spesies asing/pendatang ini invasif atau menguasai (merusak) keseimbangan ekosistem alamiah di suatu habitat. Secara alami, dia tidak punya musuh yang setara,” ujarnya, Ahad (6/6).

Pada bulan-bulan tertentu, di kawasan Padang Oro-oro Ombo tertutup karpet ungu. Kondisi tu berasal dari tanaman perdu jenis lavender dengan nama latin Verbena Brasiliensis.

Kedatangan tanaman tersebut, ternyata mengganggu ekosistem. Lavender ini menutupi sebagian tanaman asli di bawahnya sehingga tertutup dari cahaya matahari.

Gangguan itu ternyata juga berdampak pada fauna. Kijang yang biasanya mencari makanan tumbuhan jenis loyor kebingungan dikira sumber makanannya telah hilang. Hal itu membuat kijang berpindah tempat. Begitu juga macan tutul sebagai predatornya juga berpindah.

“Karena tanaman alien ini juga kita telah kehilangan lima jenis anggrek endemik Semeru yang tumbuh di Padang Savana Oro-Oro Ombo. Karena tanaman ini menutupi sinar matahari, sehingga anggrek ini gagal tumbuh,” tuturnya.

Selain itu, ada juga ancaman flora asing juga di Ranu Pane dan Ranu Darungan, yakni tanaman liar sejenis eceng gondok dengan nama latin Salvinia Molesta.

Tanaman itu, menutup sebagian permukaan air sehingga sinar matahari tidak bisa masuk.

“Belum lagi, jenis satwa air di Ranu Pane juga ada kemasukan jenis fauna invasif seperti ikan nila, ikan mujair,” ucapnya.

Dengan sejumlah masalah yang dihadapi, pihak TNBTS sudah melakukan upaya maksimal, dengan pembersihan tanaman liar hingga pengendalian populasi. Hanya saja masih ada beberapa tanaman yang membandel dan sulit diberantas.

Saat ditanya kemunculan alien spesies tersebut, Toni menduga sudah ada sejak zaman kolonial.

“Sejumlah ahli menjumpai ada ahli botani asal Belanda yang tinggal di Nongkojajar, Pasuruan yang sering membawa tanaman luar masuk ke Indonesia,” terangnya.

Untuk Fauna yang menginvasi sendiri, diduga berasal dari orang iseng yang menyebar bibit ikan mujaer dan ikan nila di Ranu Pane. Padahal dalam Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi), sudah tertera jelas, jika pengunjung tidak diperbolehkan membawa flora dan fauna di kawasan TNBTS.

“Sanksinya sudah diatur di UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam. Tapi sejauh ini kita belum pernah menegakkan aturan ini. Kami lebih fokus untuk melakukan sosialisasi dan edukasi terus-menerus,” tandasnya.(end)