Drainase Malang Masih Jadul, Terbitlah Banjir

Banjir di beberapa titik Kota Malang (anja)
Banjir di beberapa titik Kota Malang (anja)

MALANGVOICE – Beberapa waktu lalu Kota Malang diterpa bencana banjir. Di beberapa titik, banjir setinggi lutut sempat memutus jalan dan masuk ke rumah menghambat aktivitas masyarakat.

Dekan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Dr Ir Pitojo Tri Juwono MT mengatakan, sistem drainase Kota Malang masih tradisional atau lama. Lama dalam artian fungsi drainase seperti gorong-gorong hanya mengalirkan air hujan atau genangan air ke sungai. Padahal seharusnya sistem drainase juga harus memiliki fungsi resapan air.

“Sistem drainase ini tidak diupgrade. Padahal setiap tahunnya, tata ruang bangunan dan hunian masyarakat selalu berubah. Ruang resapan air dan ruang hijau semakin berkurang,” tandas Pitojo.

Menurutnya, curah hujan selalu sama, hanya saja lintasan air ke sungai tidak ada. Saluran air atau drainase nyata-nyata tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Air yang seharusnya mengalir ke sungai, tidak sampai ke sungai.

“Di Malang itu beruntung secara topografi. Kita diuntungkan dengan keberadaan tiga sungai yaitu Brantas, Amprong dan Metro. Sungai ini tidak pernah penuh lho. Harusnya kalau air hujan bisa mengalir ke sungai ini tidak akan ada air meluber ke jalan-jalan. Faktanya, air hujan ini juga tidak sampai ke sungai. Bisa jadi saluran drainase terputus tidak sampai ke sungai. Akhirnya tumpah ke jalan,” katanya.

Solusi saluran jacking yang menghubungkan aliran air ke sungai sebaiknya dimaksimalkan dan tidak terputus di tengah-tengah. Menurutnya, pemasangan jacking solusi bagus, tapi memasangnya harusnya dimulai dari bawah (hilir) lalu ke atas (hulu).

“Jangan ke balik dimulai dari atas. Kalo gitu, nanti bisa tidak ketemu jalur ke sungai, malah bisa-bisa mengalihkan banjir ke daerah lain,” paparnya.

Jika drainase Kota Malang tidak diupgrade, bisa jadi banjir akan semakin mengancam Malang 5 -10 tahun kedepan.