Dewan Bakal Klarifikasi Wali Kota Terkait Surat Edaran Nataru

Ilustrasi DPRD Kota Malang. (Aziz Ramadani/MVoice)
Ilustrasi DPRD Kota Malang. (Aziz Ramadani/MVoice)

MALANGVOICE – Polemik surat edaran Natal dan tahun baru (Nataru) Wali Kota Malang Sutiaji masih berlanjut. Anggota legislatif berencana meminta klarifikasi, terutama akibat isi surat diduga diskriminatif tersebut.

Hal ini dibenarkan Ketua Komisi A DPRD Kota Malang Nawang Nugraning Widhi. Pihaknya bakal mengklarifikasi Sutiaji tentang viralnya surat edaran Nataru tersebut.

“Yang ditekankan perihal penggunaan kata demonstratif itu. Kami akan minta kejelasan,” kata Nawang dihubungi MVoice melalui telepon selulernya, beberapa waktu lalu.

Politisi Demokrat ini melanjutkan, kuat dugaan terjadi salah persepsi atas pemahaman poin-poin imbauan dalam perayaan Natal dan tahun baru. Akan wajar, menurutnya, jika imbauan demonstratif merujuk pada perayaan tahun baru. Tapi diakuinya pemilihan kata demonstratif kurang pas bahkan terlalu vulgar.

“Kalau kita pahami pembatasan perayaan ibadah natal tidak ada kalau tahun baru wajar saja ada imbauan pembatasan. Kata itu (demonstratif) juga baru saya tahu ini diucapkan kapasitas wali kota,” urainya.

Baca juga:

Menanggapi banyak desakan warga agar Wali Kota Malang Sutiaji mengklarifikasi langsung, bahkan meminta untuk dicabut surat edaran tersebut. Nawang bakal buka pintu lebar-lebar audiensi.
Diakuinya hingga saat ini belum ada laporan atau aduan resmi yang diterima.

“Ya tidak apa-apa aspirasi warga akan kami tampung, jika minta dicabut surat edaran akan kami juga konfirmasi ke wali kota. Jika ini memang keinginan masyarakat dan umat,” pungkasnya.

Sementara itu, salah satu warga Kota Malang Abdi Purmono berharap, polemik surat edaran agar tidak sampai menimbulkan intoleransi. Sebab Kota Malang telah lama dikenal sebagai daerah menjunjung nilai kebhinekaan dan pluralisme.

“Sebaiknya wali kota menjelaskan masalah itu secara tertulis dan diumumkan ke publik. Lebih elegan lagi bila wali kota kemudian menggelar jumpa pers, karena ekspresi dan makna bahasa tulisan belum tentu selaras dengan bahasa lisan,” ujar pria juga jurnalis senior ini.

Pria akrab disapa Abel ini juga menyarankan agar pimpinan daerah memiliki staf khusus yang mampu menyusun bahasa komunikasi yang baik. Tujuannya agar tidak terulang salah penafsiran terhadap setiap produk kebijakan pemerintah.

“Semoga Pak Wali Kota punya penasihat atau staf ahli komunikasi politik yang paham semantik maupun semiotika (kebahasaan), juga paham psikologi komunikasi,” pungkasnya.(Der/Aka)