MALANGVOICE- Calon pekerja migran Indonesia (CPMI) korban eksploitasi dari penampungan ilegal PT NSP Malang kini berjuang mencari keadilan. Mereka dipaksa bekerja tanpa upah, dokumen pribadi ditahan, dan keberangkatan ke luar negeri dibatalkan sepihak.
RH, salah satu korban asal Malang, mengungkapkan selama di penampungan PT NSP, ia harus bekerja 17 jam sehari di warung makan milik RY, suami tersangka Hermin (45), tanpa menerima bayaran sepeserpun.
Pelindung TKW Marah Besar: Ini Kejahatan dan Tidak Ada Ampun!
“Harusnya kami sudah berangkat, tapi malah dipaksa kerja. Saya mohon RY dihukum seberat-beratnya,” ujarnya sambil menangis di depan media, Senin (28/4).
Korban lain, LA (50), mengalami hal serupa. Ia dan teman-temannya dipaksa bekerja bergiliran di warung tersebut, bahkan harus memotong 20 kilogram bawang per orang tanpa dibayar.
Masalah lain yang mereka hadapi adalah penahanan dokumen asli seperti KTP, KK, akta kelahiran, dan ijazah milik sekitar 47 CPMI. Hal ini membuat para korban kesulitan mencari pekerjaan atau mengurus kepentingan lain.
“Sampai sekarang dokumen kami masih ditahan. Kami takut melapor karena khawatir tidak diproses dan tidak jadi berangkat,” kata LA.
Dalam perjuangannya, para korban kini didampingi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Menurut Dewan Pertimbangan SBMI, Dina Nuriyati, laporan korban sudah masuk sejak Maret 2025.
“Ada enam korban yang melapor, empat dari Malang dan dua dari Banyuwangi,” jelasnya.
Dina menegaskan, kerja paksa yang dialami CPMI itu jelas merupakan bentuk eksploitasi, bukan pelatihan resmi sebagaimana mestinya. SBMI mendesak aparat segera mengusut kasus ini dan berjanji mengawal proses hukum sampai keadilan ditegakkan.
Sebelumnya, Polresta Malang Kota menggerebek dua lokasi penampungan ilegal PT NSP di Kecamatan Sukun pada 8 November 2024. Hermin (45) dan Ade (37) ditetapkan sebagai tersangka. PT NSP diketahui sudah memberangkatkan pekerja ke Hongkong tanpa izin resmi.
Dalam perkembangan terbaru, polisi juga menetapkan Alti Baiquniati (34) sebagai tersangka tambahan. Ia berperan menjemput CPMI dan menjadi tangan kanan Hermin.
Perkara TPPO ini sudah dilimpahkan ke Kejari Kota Malang. Para tersangka dijerat tujuh pasal berlapis, termasuk UU TPPO dan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.(der)