MALANGVOICE – Ketua Tim Investigasi dan Advokasi Tragedi Kanjuruhan, Agus Subyantoro, menyesalkan ungkapan polisi soal pembongkaran tribun Stadion Kanjuruhan tidak ada kaitannya dengan Obstruction of Justice.
Ungkapan itu dilontarkan Kasatreskrim Polres Malang, Iptu Wahyu Rizki Saputro beberapa waktu lalu.
“Saya kaget dan sangat menyesalkan, pembongkaran itu jelas ada kaitannya atau hubungan dengan perusakan TKP Tragedi Kanjuruhan atau Obstruction of Justice,” ucap pria yang juga sebagai pengurus Asosiasi Kabupaten (Askab) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Kabupaten Malang, saat ditemui awak media, Selasa (13/12).
Baca juga:
Hasil Survei ICW Munculkan Polemik antara Apel Batu dan Inspektorat
Separator Jalan di Depan JTP 3 Diusulkan Disambung
Puluhan Jurnalis Keracunan di Banyuwangi, Ini Penjelasan BI
Pria yang juga sebagai pengurus National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Kabupaten Malang ini menjelaskan, Stadion Kanjuruhan menjadi TKP kasus Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 korban jiwa, dan sampai saat ini masih dalam penanganan pihak berwajib.
“Jadi jika Polisi menganggap itu (Pengerusakan atau Pembongkaran) beda kasus, itu salah besar, sudah jelas TKP Tragedi Kanjuruhan itu di sana. Kalau dari pandangan hukum, ketika sebuah objek atau TKP belum selesai proses hukumnya, kemudian ada proses pembongkaran itu namanya Obstruction of Justice,” tegasnya.
Terlebih, lanjut Agus, dalam kasus tragedi Kanjuruhan tersebut belum dilakukan rekonstruksi yang dilakukan di TKP. “Pernah digelar rekonstruksi, tapi diadakan dihalaman Mapolda Jatim, seharusnya dilaksanakan di TKP (Stadion Kanjuruhan),” jelasnya.
Terpisah, Pendamping Saksi dan Korban yang tergabung dalam Sahabat Saksi Korban (SSK) tragedi Kanjuruhan, mitra dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Eryk mengatakan, pihak yang menyatakan pembongkaran fasilitas di dalam Stadion Kanjuruhan tersebut bukan Obstruction of Justice itu kurang tepat.
TKP itu merupakan tempat di mana suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat lain di mana tersangka dan/atau korban dan atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana.
“Jadi Stadion Kanjuruhan itu merupakan TKP Tragedi Gas Air Mata yang menewaskan 135 Suporter Arema. Tidak perlu belajar hukum untuk menilai Tribun berdiri itu bagian dari TKP atau bukan,” katanya.
Sebab, lanjut Eryk, jika dilihat dari berbagai rekaman video yang beredar, tribun berdiri tersebut merupakan salah satu sasaran penembakan gas air mata yang dilakukan oleh oknum anggota kepolisian.
“Kita bisa melihat, tribun berdiri adalah salah satu sasaran penembakan gas air mata. Maka dapat di duga, adanya upaya obstruction of justice, jadi pasal 221 KHUP bisa diterapkan,” jelasnya.
Namun, lanjut Eryk, yang menjadi pertanyaan dan menimbulkan tanda tanya besar itu apa yang mendasari CV Anam Jaya Teknik (AJT) berani melakukan pembongkaran pagar Tribun Stadion Kanjuruhan tersebut.
“Ini menjadi tugas penyidik untuk mengungkap itu. Tapi apabila memang benar tidak mengelurakna surat Perintah kerja (SPK) pada CV AJT, seharusnya membuat Laporan Polisi atas dugaan memberikan surat palsu/keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP,” tandasnya.
Sebelumnya, Kasatreskrim Polres Malang, Iptu Wahyu Rizki Saputro, mengatakan perbedaan pembongkaran tribun dengan kasus Tragedi Kanjuruhan.
“Sekali lagi saya tekankan kepada teman-teman dan masyarakat Kabupaten Malang, bahwa ini beda kasus dengan TKP Tragedi Kanjuruhan,” tegasnya. (der)