MALANGVOICE– Lima tersangka penyaluran fiktif KUR mikro periode 2021-2023 di BRI Unit I Batu bakal diseret ke meja hijau. Setelah Kejari Batu melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Pelimpahan perkara dilaksanakan pada 15 Mei lalu setelah selesainya penyusunan surat dakwaan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Tim penuntut umum telah menyerahkan surat dakwaan beserta seluruh berkas perkara ke Pengadilan Tipikor PN Surabaya. Para terdakwa akan segera menjalani persidangan setelah majelis hakim menetapkan hari sidang pertama,” tutur Kasi Intelijen Kejari Batu, M. Januar Ferdian.
Kejari Ajukan Perpanjang Penahanan Mantan Direktur RSUD Kanjuruhan
Para terdakwa didakwa dengan primair, pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) UU RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Subsidiair pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) UU pemberantasan tipikor.
Praktik culas tersebut merugikan keuangan negara hingga Rp4,1 miliar dengan lima orang terduga tersangka diantaranya JWP, MHCA, AS, NA dan AZ. Mereka bersekongkol dan berbagi peran dalam penyaluran KUR mikro periode 2021-2023 pada BRI Unit Batu I kepada 110 debitur. Total nilai kredit yang disediakan sebesar Rp6,23 miliar.
Penyalurannya melalui pihak ketiga dimainkan oleh MHCA, AS, AZ dan NA mengatasnamakan Koperasi Omah Khita Bersama (OKB). Pihak ketiga tersebut bekerja sama dengan JWP selaku mantri BRI Unit Batu I.
“Berdasarkan laporan akuntan publik nilai kerugian negara sebesar Rp4,1 miliar yang diterbitkan pada 12 Desember 2024. Terdapat perbuatan melawan hukum untuk memperkaya atau menguntungkan orang lain,” imbuhnya.
Dia mengungkapkan, penyaluran KUR fiktif di BRI Unit Batu I dilakukan menggunakan dua modus operandi. Yakni tempilan dengan kredit sejumlah uang, namun yang dicairkan ke nasabah tidak sesuai nominal yang diajukan. Serta modus topengan pihak bank membuat subjek seolah-olah mengajukan pinjaman.
Modus tempilan, yaitu jika nasabah mengajukan pinjam KUR Rp20 juta, pihak bank melakukan mark up sampai Rp50 juta. Sedangkan, selisih Rp30 juta diduga masuk kantong oknum Bank BRI. Sementara modus topengan yakni merekayasa data debitur yang secara fakta mereka tidak memiliki usaha, namun seolah-olah memiliki usaha.
“Tentu hal ini merugikan negara, Karena KUR menggunakan anggaran dari negara. Kemudian pihak bank menyatakan kredit fiktif tersebut sebagai kredit macet,” ungkapnya.(der)