MALANGVOICE – Keberadaan rentenir ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi dibenci karena menyengsarakan, namun di sisi lain kehadiran mereka dibutuhkan. Terutama masyarakat yang terhimpit kebutuhan mendesak.
Hal itu disampaikan Ketua Dekopinda Kota Batu, Parkidi saat acara diskusi ‘Temukan Solusi Berani Aksi Berantas Rentenir Kenali Koperasi’. Acara itu diinisiasi Among Tani Foundation (ATF) yang digelar pada Jum’at (18/2).
Parkidi mengaku, rumitnya memberantas lintah darat karena keberadaan mereka sulit diketahui. Jumlahnya pun menjamur dan prosesnya memberikan pinjaman tak berbelit-belit. Masyarakat yang terdesak kebutuhan hidup menambatkan pilihanya pada rentenir. Nominal pinjamannya kecil namun peminjam terjerat bunga selangit. Sehingga mereka menanggung biaya berat.
“Pinjamannya lebih muda tanpa repot-repot menyerahkan agunan. Dengan tempo singkat uang bisa cair. Jika ada laporan masyarakat, maka Dekopinda dan Diskumdag Kota Batu berkolaborasi menindaklanjuti. Memberikan jalan keluar,” papar Parkidi.
Praktik rentenir dengan bunga mencekik itu jamaknya berkedok layaknya koperasi. Kabid Koperasi Diskumdag Kota Batu, Agus Suryadi mengatakan, pihaknya belum mengetahui secara pasti jumlah koperasi ilegal yang mengarah pada praktik rentenir.
“Sulit mendeteksi kalau tidak aduan. Tindakan baru diambil jika ada aduan masuk. Selama ini peran kami pengawasan dan pembinaan. Termasuk meninjau legalitas perizinannya, kalau masa berlakunya habis, kami bantu pengurusan,” ujar Agus.
Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah, M Chori menekankan agar pemerintah memberi kemudahan akses keuangan supaya tak terjerat perangkap rentenir. Pihaknya masuk dalam kepengurusan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Kota Batu.
“Jangan sampai rentenir menjamur bersaing dengan lembaga pinjaman yang betul-betul legal. Pemerintah bertanggung jawab memotong mata rantai bank titil yang mencekik masyarakat,” papar dia.
Sulitnya mengakses layanan keuangan dari lembaga pinjaman kredibel. Titik lemah inilah yang sering dimanfaatkan rentenir memberikan kemudahan pinjaman. Namun ujung-ujungnya membawa petaka lantaran bunga selangit yang akhirnya mencekik masyarakat.
Menurutnya, sungguh ironis jika pelaku ekonomi produktif sampai terjerat utang rentenir. Sehingga menyulitkan mereka dalam mengembangkan usahanya. Sedangkan akses pinjaman dari lembaga pinjaman legal sulit didapat.
“Makanya, saat era kepemimpinan Pak Eddy Rumpoko mencetuskan koperasi tingkat RW disuntik modal awal Rp 15 juta. Nah, tugas selanjutnya yang harus diemban Diskumdag yakni melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas koperasi,” papar Chori.(der)