SMA dan SMK Dikelola Provinsi, Pastikan Efektifitasnya

Siswa-siswi SMA bercanda di jam istirahat (ilustrasi-fia)

MALANGVOICE – Kepala Sekolah SMAN 1 Kepanjen menilai peleburan pengelolaan sekolah menengah atas ke tingkat provinsi, jika benar-benar dilakukan, harus dikaji lebih dalam, khususnya terkait efektifitas penggabungan itu.

“Dengan pengalihan status di bawah provinsi, memang akan ada Unit Pelaksana Teknis (UPT), tetapi kan jauh, apa efektif untuk penentuan kebijakan?” tanya dia.

Menurut dia, status sekolah saat ini dibagi menjadi tiga kategori, ada sekolah gratis, sekolah kawasan dan sekolah mandiri. Masing-masing sekolah memiliki kebijakan berbeda.

Ia mencontohkan, untuk sekolah gratis, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dimaksimalkan untuk pengembangan sekolah dan biaya tersebut masih ditambah dengan dana dari pemerintah daerah.

Sementara sekolah mandiri adalah sekolah dengan biaya operasional dari pemerintah, orangtua dan stake holder lain. Ada juga sekolah kawasan yang merupakan peralihan dari RSBI.

“Jika ada perubahan status menjadi di bawah provinsi, maka butuh biaya tidak sedikit karena perbedaan kategori itu,” terang dia.

Dengan pembagian berdasarkan kategori tersebut, dikhawatirkan kebijakan-kebijakan yang ada akan mengacu pada kota besar, misalnya Surabaya. Padahal kondisi sekolah di Kabupaten Malang dan Surabaya berbeda.

“Kalau ikut Surabaya, ya sekolah di Kabupaten Malang bakal mati kutu,” tukas dia.

Selain itu, ketidakefektifan bisa dilihat dari penugasan masing-masing guru. apabila bergabung dengan provinsi, maka wilayah tugas guru akan lebih luas di kawasan Provinsi Jatim.

Menurutnya itu tidak akan efektif, karena guru akan lebih tepat jika bertugas di daerah yang berdekatan dengan kawasan tempat tinggalnya.

“Kalau misalnya tinggal di Malang, kemudian tugas di Blitar atau Tulungagung, pastinya terlalu jauh sehingga tidak efektif,” pungkasnya.