Rumah Kosong
Rumah Kosong, bagiku menakutkan serupa belantara
Tak berpenghuni, mencekam menelurkan mitos-mitos
Tempat singgah burung hantu dan setan gentayangan
Membuat enggan siapapun datang kecuali pemberani
Kulaknat kau, kesepian. Gelap dan singup
Bagai lelaki tua, sendiri di pertengahan usia
Kudengar gelisah dari jiwa yang merana
Bermandi air mata duka dan luka
Oh, kau perempuan-perempuan
Bergembiralah di malam penuh tawa
Meninggalkan kesedihan-kesedihan
Kerawanan dan ketakutan, bersemayam
Kerapuhan dan setan-setan yang datang
Menelanjangi hari-hari yang suwung
Tetapi gelap, kosong dan kesedihan
Adalah lautan yang perlu dijelajahi
Dengan ketabahan dan keberanian
Mungkin di situ ada rahasia
Yang perlu dibaca
Malang, 2017
Seusai Pertunjukan Teater
Kita masih bertanya tentang pertunjukan teater yang telah usai.
Tentang sutradara yang menjajah kepala kita akan tafsir yang kita dedah
Pipa-pipa informasi buntu. Koran-koran mencetak huruf-huruf yang salah.
Kita murung di bangku belakang yang kosong. Menggali ingatan yang kosong.
Di pintu keluar, kita masih bertanya. Untuk apa berkesenian kalau hanya untuk senang-senang semata, sedang di tempat jauh, anak-anak ingin tersenyum di atas panggung dengan jiwa yang merdeka.
Malang, 2017
Menunggumu
:Setya
Malam tadi kusapa rembulan
Saat angin memelukku dalam diam
Dan esoknya kurasakan gaduh
Di awal hari yang hilang
Mungkin ada yang menunggumu
Di bangku yang lumutan dan karatan
Ditemani daun-daun remuk diterpa kelam
Ratusan sepi membuatnya membeku
Kesetiaan itu bunga kaktus tumbuh di musim hujan
Dan ketabahan tak bisa di hitung dengan angka
Air mata adalah pelabuhan bagi luka
Meriwayatkan kisah-kisah duka
Pada penantian yang mengkarang
Tak goyang dihantam debur ombak waktu
Meski diam dan terkikis laju jarum jam
Tak bakal putus asa dan goyang
Malang, 2017
Bercermin
Aku ingin berjalan ke tampat yang jauh
menemui diriku
Malang, 2017
Kepada Puisi
Kepada puisi. Ada yang ingin kusampaikan padamu.
Aku tak bisa menulis sesuatu yang indah, sebab hidup selalu dibuat pusing oleh penghasilan yang kerap goyah.
Kepada puisi. Ada yang ingin kusampaikan padamu.
Aku tidak bisa menulis tentang para koruptor yang bermain teater komedi di panggung Indonesia. Sebab aku tak sempat menontonnya, memikirkan hutang-hutang saja menghabiskan waktu dan usia.
Kepada puisi. Ada yang ingin kusampaikan padamu.
Aku tidak bisa menulis tentang kekuasaan yang serakah dan menjadikan kemiskinan tak pernah purna, sebab aku sudah miskin sedari mula.
Kepada puisi. Ada yang ingin kusampaikan padamu.
Aku tidak bisa menulis tentang alam yang tak imbang disebabkan pemilik modal yang rakus tak berkesudahan, sebab aku tak punya rumah dan lahan untuk menanam bunga-bungaan, pohonan serta buah-buahan.
Kepada puisi. Ada yang ingin kusampaikan padamu.
Aku hanya menulis di sela-sela minum kopi: Dari sruputan ke sruputan ada ingatan tentang tetes keringat petani yang berpenghasilan rendah, rasa syukur pada Tuhan dan ada kamu yang kutunggu dengan cinta.
Malang, 2017
*Denny Mizhar, Penulis tinggal di Kota Malang. Saat ini aktif di Komunitas Pelangi Sastra Malang, mengelola penerbitan Indie Penerbit Pelangi Sastra dan Toko Buku Alternatif Griya Buku Pelangi Sastra Malang selain itu hari-harinya disibukkan dengan membantu mengelola kegiatan literasi di Kafe Pustaka-Perpustakaan Universitas Negeri Malang.