MALANGVOICE– Pungutan pajak air tanah (PAT) di Kota Batu terendah se Jawa Timur. Tarif yang dikenakan berkurang sebanyak 10 persen. Semula PAT yang dikenakan sebesar 15 persen, kini turun menjadi 5 persen. Ketentutan itu seiring dengan disahkannya regulasi baru yakni Perda Kota Batu nomor 4 tahun 2023 tentang pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD).
Meski pungutan PAT turun hanya 5 persen, namun ada beban yang cukup mencekik para pengurus Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum (Hippam) di Kota Batu. Tercatat di Kota Batu totalnya ada sebanyak 42 Hippam. Mayoritas dari mereka harus menanggung beban biaya tarif yang harus dibayarkan melambung hingga 1.000 persen.
Seperti yang diungkapkan oleh Abdul Muntholib, pengurus Hippam Desa Pesanggrahan. Ia sempat terheran lantaran pajak yang dibayarkan setiap bulan naik drastis sekalipun ada PAT turun 5 persen. Semula, pungutan pajak yang dikenakan hanya sebesar Rp780 ribu per bulan. Namun kali ini naik menjadi Rp7,8 juta per bulan.
“Kenaikan tarif pajak yang begitu tinggi membuat kaget seluruh pengurus Hippam. Karena di tempat kami hanya mampu menghimpun Rp5 juta per bulan,” ungkap Tholib.
Baca juga:
PKL dan Parkir di Kayutangan Heritage Mulai Ditertibkan
Pendaftaran Kangmas Nimas 2024 Dibuka Mulai 26 Februari, Usung Tema “Kutho Batu Sekar Nyawiji”
Bawaslu Sebut 1.300 TPS Berpotensi PSU, Terbanyak Sulsel dan Papua
Anggota Bawaslu RI Pantau Coblosan Ulang 3 TPS di Kota Malang
Nilai Rp5 juta per bulan itu didapat dari tarikan iuran yang diberikan oleh tiap pelanggan. Masing-masing pelanggan dikenakan tarif Rp10 ribu-Rp12 ribu. Tholib menuturkan, Hippam di tempatnya melayani 500 kepala keluarga (KK) dengan debit air yang disalurkan sekitar 3-5 kubik per detik.
Pengurus Hippam pun harus menanggung beban tinggi dengan naikknya pungutan PAT hingga 1.000 persen. Belum lagi, mereka harus mengeluarkan biaya operasional dan perawatan. Selain itu, tidak semua pelanggan dikenakan iuran. Seperti rumah janda kurang mampu maupun tempat peribadatan. Mengingat Hippam bukan suatu lembaga profit namun cenderung bergerak di ranah sosial.
“Sementara Bapenda menyamaratakan kebijakan ini. Makanya kami akan menghitung ulang berapa volume air yang disalurkan. Supaya bayar pajaknya tidak bengkak sesuai kemampuan masing-masing Hippam,” imbuh dia.
Baca juga:
Tekan Inflasi, Pemkot Usulkan Program Prioritas Pengembangan Kawasan Bawang Merah di Desa Torongrejo
Terendah se Jatim, Pajak Air Tanah di Kota Batu Sebesar 5 Persen
Data SDA Jatim 50 Sumur Bor, Dirut Perumdam Among Tirto Siap Buktikan Lebih Dari Itu
Tholib menambahkan, pengurus Hippam Desa Pesanggrahan belum ada rencana menaikkan iuran pelanggan. Justru pihaknya akan mempelajari ketentuan pajak air permukaan (PAP) yang pungutannya berada di ranah pemerintah provinsi. Jika dirasa lebih ringan, tak menutup kemungkinan pengurus Hippam akan beralih sebagai subjek PAP dibandingkan PAT. Apalagi.mayoritas pengelola Hippam di Kota Batu memanfaatkan air permukaan, bukan air tanah yang diambil melalui proses pengeboran.
“Para pengurus masih akan mempelajari lebih jelas aturan PAP. Kalau lebih ringan memilih bayar PAP. Rencana ini sudah disampaikan ke Bapenda juga,” ungkap Tholib.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batu, M. Nur Adhim menargetkan PAT sebesar Rp1 miliar di tahun 2024. Target yang dipasang lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya sebesar Rp700 juta. Hal itu disampaikan saat rapat koordinasi dengan seluruh pengurus Hippam se Kota Batu. Sekaligus menjelaskan teknis pungutan PAT yang kenaikannya drastis.
“Memang muncul kesalahpahaman atas melambungnya pungutan, sekalipun PAT turun menjadi 5 persen. Karena ada formulasi perhitungan yang disesuaikan dengan Pergub Jatim nomor 2 tahun 2022,” terang Adhim.
Regulasi itu mengatur tentang harga dasar air sebagai dasar penghitungan nilai perolehan air tanah. Aturan tersebut baru dijalankan pada awal Januari 2024. Mengacu pada regulasi itu, perhitungan PAT didasarkan pada nilai perolehan air tanah (NPA). Besarnya NPA dihitung dengan cara mengalikan volume pengambilan air dengan harga dasar air (HDA).
“Aturan itu baru dijalankan saat ini, makanya pungutan PAT begitu tinggi. Sebelumnya, iuran yang ditarik Hippam tidak didasarkan pada harga dasar air,’ terang mantan Kepala Satpol PP itu.
Keringanan tersebut didasarkan atas pertimbangan sosial. Lantaran Hippam bukan suatu badan usaha untuk mencari keuntungan. Tarif yang dikenakan kepada pelanggan relatif kecil. Seluruh pengurus Hippam pun berpikir ulang untuk menaikkan tarif karena khawatir mendapat penolakan dari masyarakat.
“Kami menawarkan keringanan pembayaran pajak kepada Hippam disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Karena mereka bukan usaha profit sehingga iuran yang dikenakan kepada pelanggan sangat kecil,” ungkap Adhim.
Lebih lanjut, Adhim menanggapi terkait rencana Hippam yang bakal beralih sebagai subjek PAP. Lantaran mayoritas Hippam memanfaatkan air permukaan. Ditambah pula dengan beratnya beban PAT yang melambung hingga 1.000 persen.
“Tetap dikenaka PAT. Semuanya masih objek pajak, selama itu dikomersilkan kepada masyarakat maka dikenakan pajak,” pungkasnya.(der)