Profauna: Penegakan Hukum Kasus Satwa Liar Lemah

Burung yang dilindungi berhasil diselamatkan Profauna di dalam botol. (istimewa)

MALANGVOICE – Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid, banyak menangani kasus hukum perdagangan satwa liar yang dilindungi di Indonesia. Dari pengalamannya, ia menyayangkan vonis terhadap pelaku masih sangat rendah.

Ia mencontohkan beberapa kasus rendahnya vonis itu, misalnya penyelundup satwa antar negara, Basuki Ongko Raharjo, warga Malang, hanya dijatuhi hukuman pidana penjara enam bulan, dengan masa percobaan satu tahun penjara.

Padahal ia terbukti melanggar UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Padahal dari tangan pelaku, polisi menyita seekor opsetan penyu, kucing hutan, kerangka kancil, kepala rusa, 85 kerangka paruh merah burung cekakak, 100 kepala paruh merah cekakak, 30 kerangka cekakak 90 kepala paruh hitam cekakak, 63 bulu merak, 5 kerang terompet dan 9 sigung.

“Setidaknya terdapat 6 vonis yang dijatuhkan kepada pelaku perdagangan satwa liar, dengan rentang hukuman penjara antara 6 bulan hingga 2 tahun, dan denda antara Rp 500 ribu hingga 50 juta,” tambah Rosek.

Vonis terberat diterima terdakwa pelaku perdagangan tiga ekor orangutan, dua ekor elang bondol, satu ekor burung kuau raja, dan satu awetan macan dahan, yang dihukum dengan penjara 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan penjara oleh PN Langsa pada bulan November 2015.

“Kami mencatat juga empat kasus perburuan yang terpampang di Facebook, yang sayangnya, belum ada yang maju ke meja hijau, apalagi dijatuhi hukuman, padahal sudah ditangani aparat,” tutupnya dengan keprihatinan.