Produksi Susu Sapi Perah Menurun Dampak PMK, Peternak Merugi

Peternak di Desa Tulungrejo memberikan pakan pada sapi perah. Produksi susu sapi perah menurun imbas PMK. (MVoice/M. Noer Hadi)

MALANGVOICE – Peternak sapi perah masih dibayang-bayangi kebimbangan. Lantaran produksi susu yang dihasilkan merosot imbas terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK). Sekalipun wabah ini melandai namun dampaknya tetap dirasakan.

Salah satu peternak asal Oro-oro Ombo, Sukirman mengatakan, sapinya hanya mampu menghasilkan 8 liter susu. Padahal sebelumnya bisa memproduksi hingga 25 liter. Kerugian pun tak bisa dihindari. Ia mengatakan, sekalipun sapinya telah sembuh, namun tak serta merta produksi susu yang dihasilkan meningkat.

“Pemulihan PMK di luar dugaan. Tiga bulan setelah sapi sembuh, keluarnya 6 liter hingga 8 liter. Sehingga perlu nutrisi untuk ternak namun tidak terakomodir pupuk bersubsidi,” ujarnya.

Baca juga: Buka Sosialisasi DBHCHT, Sutiaji: Penting untuk Cover Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat

Baca juga: Tersisa Satu Pasien di ICU RS Saiful Anwar Pasca-tragedi Kanjuruhan, Alami Infeksi Rongga Dada

Solusinya yakni perbaikan nutrisi pakan berupa rumput gajah. Namun keberadaan rumput gajah masih belum mencukupi. Ketua Gapoktan Rukun Santoso, Karianto menyatakan ada 145 hektar lahan milik Perhutani yang dijadikan tempat penanaman hijauan sebagai kebutuhan dasar pakan ternak. Dampak PMK juga telah membuat perputaran uang menurun drastis di koperasi unit desa (KUD).

Menurutnya, sebelum PMK melanda, perolehan KUD bisa mencapai Rp3 miliar dalam 10 hari. Namun perolehan merosot separuhnya menjadi Rp1,5 miliar. Kalianto mengatakan bahwa para peternak berusaha semaksimal mungkin mencapai pemulihan dari sektor peternakan. Mereka berupaya swadaya demi kondisi yang lebih baik. Bahkan memberanikan diri untuk pinjam uang ke sanak keluarganya.

“Kami berupaya mencapai pemulihan dari sektor itu karena apa, mereka yang tidak memiliki pekerjaan lain, kecuali beternak itu sendiri memang sangat terasa. Pinjam sana, pinjam sini, demi upaya pemulihan,” paparnya.

Baca juga: Tersangka Tragedi Kanjuruhan Ditahan, Kuasa Hukum Abdul Haris Bikin Surat Permohonan ke Penyidik

Baca juga: UMM Turut Berduka, Farzah Dikenal Sebagai Mahasiswa Gigih dan Sopan

Ketua Kelompok Tani Margo Mulyo Dusun Brau, Desa Gunungsari Muhammad Munir mengungkapkan, akibat dari wabah PMK ini masih berpengaruh pada belum stabilnya harga sapi di pasaran. Ia mengatakan harga sapi saat ini masih stagnan di angka Rp20 juta per ekor, sedangkan normalnya berada di angka Rp 25 juta hingga Rp 30 juta per ekor.

Belum stabilnya harga sapi tidak membuat semangat para peternak melemah. Terlebih sekitar 98 persen warga Dusun Brau menggantungkan seluruh kehidupannya pada produksi susu sapi perah. Sebagian lainnya, fokus pada penjualan sapi.

“Sejak ada wabah PMK warga di Dusun Brau tidak diperbolehkan mendatangkan sapi dari luar daerah,” terangnya.

Para peternak juga mengeluhkan pendataan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Batu yang dinilainya hanya mendata sapi mati saja. Dinas tidak mendata sapi-sapi yang sakit dan produksi susunya berkurang.

Baca juga: Haris Azhar: Polisi Lamban Tangani Tragedi Kanjuruhan

Baca juga: Pihak RSSA Bantah Covid Penyebab Meninggalnya Farzah: Disebabkan Multiple Trauma

Kepala DPKP, Heru Yulianto menyatakan, penyakit tersebut tidak bisa selesai dalam waktu sat atau dua tahun saja. Butuh waktu cukup panjang untuk benar-benar pulih. Dari sekitar 15 ribu sapi di Kota Batu, 500 di antaranya adalah sapi potong. Data itu menandakan bahwa sapi perah sangat banyak di Kota Batu.

Dinas yang ia pimpin sudah berupaya meningkatkan anggaran ke dalam kategori Bantuan Tidak Terduga (BTT). Namun hal tersebut belum bisa terlaksana karena tidak masuk dalam pembahasan PAK 2022.

“Awalnya hendak kami masukan ke BTT, tapi sampai pembahasan PAK, BTT tidak bisa dilaksanakan. Akhirnya ada anggaran yang tidak banyak,” ujarnya.

Heru menegaskan, pada intinya, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan siap membantu para petani dan peternak sesuai aturan yang ada. Bantuan itu bisa berupa pelatihan, bantuan alat atau bibit. Dinas secara tidak langsung mengakui pendataan dilakukan terhadap sapi yang mati. Pasalnya, ada aturan santunan terhadap sapi yang mati. Nilainya Rp 10 juta per sapi dengan maksimal lima sapi.

“Dengan aturan yang baru, santunan sekitar Rp 10 juta. Saat ini ada 170 yang ditampung oleh Pemerintah Pusat dalam gelombang satu dari Kota Batu. Progresnya saat ini, ternak mati tahap dua ada 912 ekor. Kemungkinan semua peternak di Kota Batu masuk semuanya, tapi bantuannya bertahap,” ujarnya.(der)