Petani Mengeluh Pupuk Subsidi Dibatasi, Pemkot Batu Lapor ke Kementan

Alokasi pupuk subsidi dibatasi hanya untuk sembilan komoditas pertanian strategis berdampak inflasi. Kebijakan itu membuat petani kelimpungan. (MVoice/M. Noerhadi)

MALANGVOICE– – Para petani hortikultura di Kota Batu menjerit karena tak bisa mengakses pupuk subsidi. Bantuan pupuk subsidi hanya dialokasikan untuk sembilan komoditas pertanian berdampak inflasi. Antara lain padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kakao dan kopi.

Menanggapi hal itu, Pj Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai akan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian. Terlebih, pertanian hortikultura Kota Batu menjadi andalan nasional. Hal itu didengar langsung Aries saat bertemu Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo di Surabaya.

“Saat bertemu beliau, mau bantu pertanian hortikultura Kota Batu. Karena jadi andalan. Makanya beliau akan datang meninjau langsung sektor hortikultura. Mungkin nanti akan mengulas juga terkait pupuk,” ungkap Aries.

Baca juga:
Pemkot Prioritaskan Belanja Produk UMKM Lokal Kota Batu

Petani Jeruk di Desa Tlekung Kota Batu Menjerit

Alokasi Pupuk Subsidi Dibatasi, Legislatif Minta Pemkot Batu Bersurat ke Pemerintah Pusat

Masih Dikaji, Dishub Persilakan Angkot Lakukan Contraflow

Kebijakan pemerintah pusat terkait pembatasan alokasi pupuk subsidi semakin membebani petani yang tak masuk sebagai penerima bantuan. Mereka terpaksa harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk membeli pupuk non subsidi.

Satu sak pupuk NPK nonsubsidi 50 kg seharga Rp1 juta. Selisihnya terpaut cukup jauh dibandingkan pupuk subsidi yang dibanderol seharga Rp115 ribu per sak. Belum lagi dengan pupuk urea nonsubsidi yang harganya tembus Rp500 ribu. Sementara pupuk urea bersubsidi harganya berkisar Rp111 ribu.

Seperti yang dirasakan Sumari, petani jeruk dan rumput gajah di Desa Tlekung, Junrejo, Kota Batu. Ketua Gapoktan Sumber Bumi Makmur itu menuturkan, hampir 90 persen petani di wilayahya membudidayakan tanaman jeruk maupun rumput gajah untuk pakan ternak.

“Tentu kebijakan ini memberatkan, karena kami harus mengeluarkan biaya lebih mahal untuk pupuk. Terpaksa petani membeli pupuk nonsubsidi,” ungkap dia.

Mereka juga lebih mengirit penggunaan pupuk. Biasanya penggunaan pupuk sampai satu kilogram, dikurangi menjadi setengah kilogram ditambah dengan campuran pupuk kandang. Meski pengeluaran untuk biaya perawatan bertambah, tak diikuti dengan harga jual panen jeruk. Lantaran harganya masih ditentukan kebutuhan pasar.

“Supaya kualitas tanamannya tetap sama, petani memberi pupuk kandang. Memang itu bagus untuk memperbaiki pH tanah, tetapi kebutuhannya untuk dua pohon itu satu sak. Belum bawanya bolak bali kesana, bensin-nya berapa, operasional petani bertambah,” katanya.

“Harga jeruk enggak bisa naik, karena tergantung pasarnya, keuntungannya berkurang karena biaya operasionalnya naik, belum lagi obat-obat pertaniannya,” imbuh dia.(der)