Petani Jeruk di Desa Tlekung Kota Batu Menjerit

Alokasi pupuk subsidi dibatasi hanya untuk sembilan komoditas pertanian strategis berdampak inflasi. Kebijakan itu membuat petani kelimpungan. (MVoice/M. Noerhadi)

MALANGVOICE– Alokasi pupuk subsidi dibatasi hanya untuk sembilan komoditas pertanian strategis yang berdampak inflasi. Antara lain padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kakao dan kopi.

Kebijakan pembatasan yang dikeluarkan pemerintah pusat berbeda dengan sebelumnya. Saat itu distribusi pupuk subsidi digelontorkan untuk 70 komoditas tanaman pertanian.

Kebijakan itu membuat petani kelimpungan. Terutama mereka yang membudidayakan tanamam di luar sembilan komoditas pertanian strategis.

Seperti yang dirasakan Sumari, petani jeruk dan rumput gajah di Desa Tlekung, Junrejo, Kota Batu. Ketua Gapoktan Sumber Bumi Makmur itu menuturkan, hampir 90 persen petani di wilayahya membudidayakan tanaman jeruk maupun rumput gajah untuk pakan ternak.

“Tentu kebijakan ini memberatkan, karena kami harus mengeluarkan biaya lebih mahal untuk pupuk. Terpaksa petani membeli pupuk nonsubsidi,” ungkap dia.

Ia menuturkan, satu sak pupuk NPK nonsubsidi 50 kg seharga Rp1 juta. Selisihnya terpaut cukup jauh dibandingkan pupuk subsidi yang dibanderol seharga Rp115 ribu per sak. Belum lagi dengan pupuk urea nonsubsidi yang harganya tembus Rp500 ribu. Sementara pupuk urea bersubsidi harganya berkisar Rp111 ribu.

Dengan terpaksa petani membeli pupuk nonsubsidi sekalipun harganya mencekik. Mereka juga lebih mengirit penggunaan pupuk. Biasanya penggunaan pupuk sampai satu kilogram, dikurangi menjadi setengah kilogram ditambah dengan campuran pupuk kandang. Meski pengeluaran untuk biaya perawatan bertambah, tak diikuti dengan harga jual panen jeruk. Lantaran harganya masih ditentukan kebutuhan pasar.

“Supaya kualitas tanamannya tetap sama, petani memberi pupuk kandang. Memang itu bagus untuk memperbaiki pH tanah, tetapi kebutuhannya untuk dua pohon itu satu sak. Belum bawanya bolak bali kesana, bensin-nya berapa, operasional petani bertambah,” katanya.

“Harga jeruk enggak bisa naik, karena tergantung pasarnya, keuntungannya berkurang karena biaya operasionalnya naik, belum lagi obat-obat pertaniannya,” imbuh dia.

Selain itu, Sumari mengungkapkan, di Desa Tlekung terdapat sekitar 700 ekor sapi perah. Setiap harinya, ratusan ekor sapi perah itu membutuhkan pakan rumput gajah. Sedangkan saat ini, setiap ikat rumput gajah seharga Rp 10.000 dengan berat 18 kilogram.

“Biasanya memang para peternak punya lahan rumput gajah sendiri di lahan perhutani, tetapi kan tidak mesti setiap hari ambil rumput, jadi juga beli, terus kan juga enggak kuat petani kalau pakai pupuk kandang bolak balik itu kebutuhannya,” katanya.

Kondisi yang ada, tidak jarang membuat para petani meminjam uang ke bank seperti mengambil Kredit Usaha Rakyat atau KUR dengan nilai rata-rata puluhan juta rupiah. Hal itu digunakan untuk menutup kekurangan biaya operasional yang ada.

“Ya menjerit petani sekarang kondisinya, ada yang minjam ke bank, yang dikhawatirkan potensi menjual tanahnya itu, karena lahan pertanian disini setiap tahun berkurang terus, ada yang dijual, ada yang dibangun rumah, rata-rata berkurang dari satu hektare pertahunnya,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu, Harijadi Agung Setijana menuturkan, terjadi penurunan signifikan atas jumlah petani penerima pupuk subsidi. Pada tahun 2023 ini untuk alokasi penerima pupuk bersubsidi sebanyak 2.800 petani. Jumlah tersebut, berbanding jauh pada tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 8.000 petani.

“Kami mengikuti pemerintah pusat, ada penyesuaian kebijakan alokasi pupuk bersubsidi, yang 9 komoditas itu, keluhan memang kami seringkali terima, sejauh ini kami menyarankan untuk penggunaan pupuk kandang,” kata Agung.

Untuk meringankan keluhan para petani, pihaknya pada tahun 2023 ini menganggarkan bantuan sarana produksi (saprodi) pertanian seperti tahun-tahun sebelumnya. Untuk alat-alat mesin pertanian dianggarkan sekitar Rp 2 miliar. Untuk saprodi, seperti bibit, pupuk organik dan obat-obatan pertanian sekitar Rp 3 miliar.

“Penerima sesuai usulan dari kelompok-kelompok tani, masing-masing desa/ kelurahan ada yang dapat, tetapi tidak semua,” katanya.

Selain itu, bantuan saprodi pertanian juga diberikan untuk program revitalisasi pertanian apel. Tahun ini, untuk anggaran bantuan yang diberikan sekitar Rp 180 juta. Bantuan tersebut untuk lahan pertanian apel dengan luas sekitar 2 hektare di Desa Tulungrejo, Bulukerto dan Sumbergondo.

“Seperti pemberian pupuk organik, uni lab, bantuan bibit apel tambal sulam yang rusak, memang tidak bisa semua lahan kita bantu karena keterbatasan anggaran, tetapi dari pemerintah pusat rencananya juga akan memberikan bantuan, tahun ini masih survey,” katanya.

Lebih lanjut, pihaknya belum bisa berbicara banyak soal bantuan yang bisa diberikan kepada petani dari dampak adanya pembatasan alokasi pupuk bersubsidi. “Kami menunggu arahan kebijakan pimpinan seperti apa nantinya,” katanya.(end)