Mencari Pengawas Sungai Brantas

Sungai Brantas Darurat Limbah

Antara Limbah Industri dan Buang Air Sembarangan

Jika data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur menunjukkan potensi pencemaran Sungai Brantas paling banyak dari limbah domestik mencapai 60 persen. Sisanya, 40 persen berasal dari limbah industri. Sebaliknya data LSM Lingkungan Hidup Ecoton menunjukkan 60 persen pencemaran di hilir diakibatkan limbah industri, 40 persen sisanya dari limbah domestik. Terutama di wilayah hilir lantaran mayoritas industri terletak di kawasan hilir. Industri membuang limbahnya secara tiba-tiba dalam jumlah besar.”Limbah domestik sifatnya secara kontinyu. Berbeda dengan industri, istilahnya shock loading. Di hulu, bahaya limbah pertanian, di hilir limbah industri yang paling berbahaya,” kata Manajer Program dan Penelitian Ecoton, Daru Setyorini.

BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH 6 -9
BOD mg/L 30
TSS mg/L 30
Minyak dan Lemak mg/L 5
Amoniak mg/L 10
Total Coliform Jumlah/100mL 3000
Debit L/orang/hari 100

Sumber: Permen LHK.nomor:P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik

Di sisi lain, situs resmi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)-indonesia.org, juga menunjukkan Jawa Timur belum mencapai Open Defecation Free (ODF) atau stop buang air besar sembarangan. Tercatat baru 84,4 persen warga yang telah buang air besar di jamban sehat.

Dari 11.245.461 Kepala Keluarga(KK), baru 6.756.784 memiliki jamban sehat permanen (JSP), 1.860.823 jamban semi sehat permanen (JSSP). Sedangkan 862.589 numpang. Terdapat 1.765.265 KK buang air besar sembarangan, di antaranya langsung ke sungai. Data dari Kemenkes tahun 2015, jumlah penduduk Jawa Timur mencapai 38.847.561 jiwa. “Upaya ke sana kami lakukan agar Jawa Timur terbebas dari ODF,” kata Kadinkes Provinsi Jatim, Kohar Hari Santoso.

Jika dilihat lebih detail pada 6 kota atau kabupaten di Jawa Timur yang dilintasi DAS Brantas, yaitu Kota Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya. Data menunjukkan Kabupaten Mojokerto paling rendah dalam progres jamban sehat, yakni 75,8 persen. Disusul Kota Malang 83,2 persen dan Kabupaten Malang baru 87,8 persen. Di Kota Malang tercatat 28.681 KK belum memiliki jamban, Kabupaten Malang 77.548 KK, Mojokerto 71.456 KK, Sidoarjo 56.491 KK, Surabaya 12.201 KK dan Kota Batu sekitar 1.943 KK.

Di Kota Malang, dari 57 kelurahan baru 6 di antaranya telah mencapai ODF, Kelurahan Sawojajar, Gadingkasri, Arjosari, Arjowinangun, Madyopuro, dan Mojolangu. Bahkan, 99 persen masyarakat Kota Malang memiliki jamban, namun yang memiliki septitank masih sedikit.

Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinkes Kota Malang Lucy Herawati mengatakan pengembangan kampung-kampung tematik di Kota Malang secara tidak langsung mengubah perilaku masyarakat. Di Kota Malang, terdapat beberapa kampung tematik yang diinisiasi warga, mahasiswa, maupun pemerintah.

Seperti Kampung Warna Warni, Kampung Tridi, Kampung Glintung Go Green (3G) dan Kampung Putih. Rencananya, segera dimulai Kampung Biru atau terpisah jembatan dengan Kampung Warna Warni. Tidak hanya perilaku di sungai yang mulai berubah, masyarakat yang dulunya suka membuang sampah ke sungai, kini beralih ke tempat sampah. Banyaknya wisatawan yang berdatangan menjadi alasan warga enggan membuang sampah ke sungai.

Wakil Wali Kota Malang, Sutiaji, mengakui, masih banyak warga Kota Malang yang membuang sampah dan BAB di sungai. Meski begitu ia mengklaim jumlah warga yang mandi dan BAB di sungai pun terus berkurang setiap tahun. “Perintah berupaya agar masyarakat memiliki jamban sehat di rumah masing-masing,” katanya.

* Tulisan ini merupakan bagian ketiga dari laporan mendalam berbasis data (data driven journalism) tentang Pencemaran DAS Brantas dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Masyarakat.

*Pencarian data dan liputan dilakukan wartawan Malangvoice.com bersama jurnalis Okezone.com yang dengan dukungan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melalui program data driven journalism isu kesehatan.