MALANGVOICE– Sisi pendapatan pada rancangan APBD Kota Batu tahun 2025 diperkirakan sebesar Rp1,031 triliun.
Pendapatan daerah dihimpun dari sejumlah komponen, yakni pendapatan asli daerah (PAD) yang ditargetkan Rp311,1 miliar. Berikutnya pendapatan transfer diperkirakan sebesar Rp710,69 miliar dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp9,21 miliar.
Sementara pada belanja daerah menelan anggaran Rp1,164 triliun. Dialokasikan untuk belanja operasi senilai Rp1,03 triliun, belanja tidak terduga (BTT) sebesar Rp23,4 miliar dan belanja transfer dianggarkan senilai Rp108,66 miliar yang dituangkan dalam rancangan KUA-PPAS APBD 2025.
Perkuat Sinergi Eksekutif dan Legislatif untuk Meningkatkan Pengelolaan Keuangan Daerah
Dari komposisi itu, postur APBD Kota Batu tahun 2025 terjadi defisit Rp133,39 miliar. Celah defisit itu bakal ditutup melalui penerimaan pembiayaan daerah senilai Rp133,39 miliar. Penerimaan pembiayaan daerah didapat dari sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. Sehingga keuangan daerah tahun 2025 berimbang.
Anggota Komisi B DPRD Kota Batu, Didik Machmud, menjelaskan, rancangan KUA-PPAS APBD 2025 telah dibahas oleh banggar legislatif dan timgar eksekutif. Penyusunan rencana anggaran dilakukan secara terpadu dan berbasis kinerja. Selaras dengan rencana kerja pemerintah daerah dan sejumlah program prioritas pada tahun bersangkutan. Pihaknya pun menekankan agar dokumen KUA-PPAS dituangkan lebih terperinci. Guna memudahkan OPD dalam menyusun rencana kerja anggaran (RKA), sekaligus memudahkan banggar dalam mencermati kebijakan keuangan daerah.
“Secara prinsip, dokumen rancangan KUA-PPAS telah sesuai dengan tata cara dan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran. Tetapi ada beberapa catatan DPRD Kota Batu yang perlu menjadi perhatian eksekutif,” ujar politisi Golkar itu.
Sejumlah catatan yang dimaksud antara lain, sektor PAD yang sebelumnya ditetapkan Rp302,56 miliar, setelah pembahasan ditargetkan Rp311,14 miliar. Sehingga ada kenaikan sebesar kurang lebih Rp8 miliar, bersumber dari tagihan piutang pajak Rp4 miliar, kenaikan jasa giro Rp1 miliar, kenaikan retribusi parkir Rp1,5 miliar dan parkir khusus Rp1 miliar serta sumber pengelolaan kekayaan keuangan daerah sebesar R500 juta.
Pihaknya pun mendorong sejumlah OPD penghasil untuk inovatif menggali potensi sumber-sumber baru, dengan turut mempertimbangkan situasi perekonomian tahun mendatang. Di samping itu, para OPD penghasil untuk segera menindaklanjuti regulasi turunan, berupa perwali setelah munculnya perda. Sehingga peraturan daerah, terutama menyangkut pajak dan retribusi bisa segera dijalankan. Hal ini ditujukan demi menunjang realisilasi PAD.
“Jangan sampai Perda yang sudah ditetapkan menjadi sia-sia karena tidak dapat dilaksanakan dengan alasan belum ada Perwalinya, karena ini juga terjadi di beberapa SKPD yang ironisnya SKPD tersebut yang mengajukan perda,” ungkap Didik.(der)