MALANGVOICE– Kasus kekerasan maupun pelecehan seksual pada perempuan dan anak ibarat fenomena gunung es. Sejumlah perkara yang tampak ke permukaan hanya sebagian kecil saja, belum merepresentasikan kondisi riil. Lantaran banyak korban yang enggan melapor karena berbagai alasan semisal stigma, kondisi lingkungan hingga intimidasi.
Kampanye ‘Rise & Speak: Berani Bicara Selamatkan Sesama’ digagas Bareksrim dan SDM Polri. Kegiatan yang digelar di Sekolah Alkitab Kota Batu ini dipimpin Dirtipid PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nurul Azizah. Kampanye tersebut ditujukan untuk menggugah kesadaran masyarakat agar tak ragu melaporkan kasus kekerasan maupun pelecehan seksual.
Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata mengatakan, butuh keterlibatan semua pihak untuk melakukan pencegahan. Serta kejelian penyidik melakukan investigasi mendalam untuk mengungkap tindak kekerasan maupun pelecehan seksual yang menimpa kelompok rentan. Mengingat selama ini penanganan yang dilakukan petugas berdasarkan laporan korban.
“Ini seperti teori gunung es, bagian bawah lebih besar dibanding yang muncul di permukaann. Padahal ketika mau menggali lebih dalam, mungkin ada banyak korban lain yang kadang butuh pendamping maupun stimulator agar berani bersuara,” ujar dia.
Ia menegaskan, Polres Batu menekankan pentingnya penegakan hukum demi keadilan dalam penyelesaian perkara yang menyeret korban perempuan dan anak. Mayoritas kasus yang terjadi di Kota Batu seputar tindak pidana persetebuhan. Meski begitu, banyak perkara yang diselesaikan melalui jalur keadilan restorativ. Karena berbagai faktor yang mendasari seperti intervensi atau bahkan karena pelaku yang masih anggota keluarga.
“Situasi seperti ini mungkin adil bagi kita, namun bagi anak yang merupakan korbannya belum tentu adil. Karena itu, kami menekankan kepada tim penyidik untuk permasalahan tersebut tidak boleh dilakukan restorative justice, harus gas pol. Kita harus berkomitmen dan tidak ada toleransi perihal tindakan yang dilakukan dan mencederai anak-anak kita. Baik kekerasan fisik, psikisi, gender dan lainnya,” pungkasnya.
Dirtipid PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nurul Azizah, mengapresiasi langkah-langkah pencegahan yang telah dilakukan di Kota Batu. Serta mengimbau masyarakat untuk peduli dan berani melaporkan kekerasan yang dialami atau dilihat di lingkungan sekitar.
Ini merupakan kegiatan strategis dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terkait dengan perilaku kekerasan, baik itu fisik, seksual, psikologi dan lainnya,” papar Brigjen Nurul.
Melalui kegiatan ini, pihaknya juga ingin mendorong aparat penegak hukum, dalam hal ini adalah penyidik untuk turut meningkatkan kapasitasnya dan mendorong kolaborasi antar stakeholder.
“Kami sadar, bahwa kejahatan berbasis gender itu tidak bisa kami selesaikan sendiri, baik dari pencegahan, penanganan, pemilihan dan perlindungan harus dilakukan secara berkolaborasi dengan stakeholder terkait,” urainya.
Dalam sosialisasi tersebut, dia mewanti-wanti generasi muda agar berani bicara untuk menyelamatkan sesama. Mulai saat ini, generasi muda harus peduli baik itu untuk diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya.
“Ketika kita mengetahui atau mengalami perilaku tersebut, kita harus berani menyampaikan di kanal-kanal yang sudah ada. Kita harus menciptakan ruang aman untuk diri sendiri dan orang-orang yang ada di sekitar,” urainya.
Lebih lanjut, dia juga menekankan kepada tim penyidik untuk meningkatkan kapasitasnya. Lalu bagi orang tua, juga harus memberikan bimbingan dan edukasi kepada anak-anak sedini mungkin. Tentang apa-apa saja yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh.
Kemudian tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Brigjen Nurul juga berpesan kepada masyarakat agar jangan mau kena iming-iming, seperti mendapatkan gaji besar.
“Alih-alih mendapat gaji besar, nanti malah jadi korban TPPO. Bekerja di luar negeri boleh, tapi harus dengan jalur yang resmi dan berkoordinasi dengan instansi terkait,” imbuhnya.
Di sisi lain, sebagai antisipasi berbagai tindakan tersebut, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, untuk memasukkan kurikulum-kurikulum sedini mungkin utamanya perihal pemahaman alat reproduksi.
“Ini bukan sesuatu yang tabu, namun anak-anak harus mengetahui sedini mungkin. Supaya mereka terhindar dari kasus-kasus tersebut,” paparnya.(der)