MALANGVOICE – Prevalensi stunting di Kota Batu mencapai 13,8 persen. Diketahui sebanyak 1.185 dari 8.559 balita menderita stunting. Data itu didapat dari hasil bulan timbang yang diselenggarakan pada tahun 2021 lalu.
Kepala Dinkes Kota Batu, Kartika Trisulandari menuturkan, persoalan stunting bukan hanya menyangkut kurangnya asupan gizi. Melainkan juga dipengaruhi faktor kualitas lingkungan yang memiliki kontribusi signifikan terhadap penurunan kasus stunting.
“Untuk intervensi perbaikan gizi dalam sektor kesehatan hanya berkontribusi 30 persen. Sedangkan intervensi yang pengaruhnya sangat besar dari segi kondisi lingkungan. Pengaruhnya mencapai 70 persen,” ujar Kartika.
Baca juga : Dinkes Kota Batu Target Angka Stunting Turun Hingga 10 Persen
Sehingga penanganan stunting membutuhkan langkah strategis dan komitmen bersama melibatkan lintas sektor. Salah satunya dalam layanan mewujudkan kualitas lingkungan yang baik dengan memperhatikan sanitasi dan baku mutu air.
“Maka butuh kerja sama yang solid mulai dari tingkat pemdes/kelurahan,” ujar dia.
Ia menjelaskan, stunting bisa diintervensi jika diketahui sejak awal. Namun ketika kondisinya sudah terlanjur lama, kecil kemungkinan untuk bisa sembuh. Meskipun bisa diupayakan dengan melakukan olahraga secara teratur.
Baca juga : Obat Program Gizi di Kota Batu Senilai Ratusan Juta Mangkrak, Begini Alasan Dinkes
“Meski sudah dilakukan upaya tersebut, kemungkinan sembuh masih sangat kecil. Sehingga harus dilakukan deteksi sejak dini. Maka dari itu keberadaan Posyandu dan kedisiplinan orang tua untuk mengontrol anaknya secara rutin sangat perlu,” ujarnya.
Dia menjelaskan, intervensi gizi untuk mencegah stunting yang telah pihaknya lakukan dengan memberikan makanan tambahan gizi untuk ibu dan balita. Kemudian juga melakukan pemantauan di posyandu dan meningkatkan layanan kesehatan untuk ibu dan anak.
Lebih lanjut, untuk saat ini prevalensi stunting terbanyak ada di Kecamatan Batu sebesar 20,7 persen di penyuluh kesehatan masyarakat (PKM) Sisir. PKM Batu sebanyak 6,3 persen. Lalu PKM Bumiaji sebanyak 18,3 persen. Untuk PKM Beji 10,5 persen terakhir PKM Junrejo sebanyak 13,7 persen.
Kartika mengutarakan, jika selama tiga bulan seorang balita tak mengalami kenaikan berat badan, hal itu menjadi warning bagi orang tua. Dikhawatirkan sang buah hati menderita stunting. Penyebab utamanya karena pola asuh yang salah. Karena kebanyakan orang tua tak mau anaknya rewel. Sehingga makanan apapun diberikan kepada sang buah hati asalkan mau diam.
“Selain itu pernikahan dini juga merupakan salah satu faktor penyebab stunting. Maka dari itu pra nikah sangat diperlukan bagi calon pengantin,” katanya.
Baca juga : Pemkot Batu Targetkan Penurunan Kasus Stunting 20 Persen di Tahun 2022
Sementara itu, Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko menegaskan, untuk menekan angka stunting di Kota Batu. Menurutnya seluruh elemen masyarakat harus turut berperan aktif dalam menangani stunting.
“Kami akan terus menggaungkan, mensosialisasikan dan memberi pemahaman kepada masyarakat. Bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting. Nanti ketika seluruhnya sudah memahami, maka secara otomatis seorang ibu bisa sehat dan bisa melahirkan keturunan yang sehat pula,” katanya.
Dewanti memaparkan, daerah paling banyak penderita stunting di Kota Batu berada di Desa Giripurno, Gunungsari, Junrejo, Kelurahan Temas dan Sisir. Untuk mengatasi hal tersebut pihaknya telah memberikan tablet penambah darah kepada remaja putri, pendampingan dan imunisasi lengkap kepada bayi.
Faktor utama penyebab stunting adalah kurangnya asupan gizi pada 1000 hari pertama seorang anak setelah dilahirkan. Selain itu juga dipengaruhi karena kurangnya edukasi kepada calon pengantin.
“Berdasarkan penelitian, penyebab stunting lainnya karena remaja putri menderita anemia. Apalagi saat ini hampir 33 persen remaja putri menderita anemia. Adanya temuan itu sangat diperlukan edukasi kepada remaja putri. Untuk senantiasa mengkonsumsi vitamin dan makanan sehat,” jelasnya.
Dia mengungkapkan, di Kota Batu, salah satu faktor penyebab stunting berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan disebabkan karena limbah ternak. Itu dikarenakan banyaknya peternak yang membuang limbah ke aliran air.
“Untuk mengatasi permasalahan tersebut kami akan mengedukasi para peternak agar limbahnya tidak dibuang ke aliran air. Dengan memanfaatkan limbah itu menjadi kompos atau biogas,” tutupnya.(der)