Gelar Rakernas di Kota Batu, Ini Sikap PERADI Akan Permenristek Dikti

Ketua Umum DPN PERADI RBA, Dr Luhut MP Pangaribuan SH LL M didampingi pengurus DPN Peradi RBA saat memberikan keterangan ke pers, Jumat (29/3). (Foto: Ayun).

MALANGVOICE – Meski terkejuy dengan Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 5 tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat (PPA), Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI Rumah Bersama Advokat (RBA) tetap menegaskan masih menghormati peraturan tersebut.

Hal itu tertuang dalam Rakernas PERADI Rumah Bersama Advokat ini diikuti oleh 33 Cabang, 33 Ketua DPC seluruh Indonesia dan 3 DPD yang hadir dengan jumlah peserta 200 orang.

Ketua Umum DPN PERADI RBA, Dr Luhut MP Pangaribuan, mengatakan PERADI RBA memilih menahan diri tidak melakukan yudicial review meskipun menyatakan terbitnya Permenristekdikti nomor 5 tahun 2019 tersebut salah karena mengambil kewenangan dari advokat. Sebaliknya, PERADI RBA mengedepankan proses dialogis untuk menyikapi hal ini dan menawarkan konsep double track system dalam pendidikan advokat.

“Kami sangat terkejut dengan keluarnya Permenristekdikti ini, karena mendadak. Apalagi hal ini menyangkut hal mendasar dalam profesi advokat. Namun, kami tidak diajak bicara,” ujarnya di depan awak media.

Ia juga nemanbahkan jika Permenristekdikti ini bertentangan dengan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Putusan MK No. 95/PUU-XIV/2016 terkait uji materi Pasal 2 ayat (1) UU Advokat. Dalam kedua aturan tersebut, seseorang bisa menjadi advokat dengan syarat harus mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan oleh organisasi advokat.

Beberapa tahun lalu Mahkamah Konstitusi (MK) memaknai PKPA yang diselenggarakan oleh PKPA harus didasari kerjasama dengan Universitas minimal terakreditasi B.

Sementara itu, dengan terbitnya Permenristekdikti ini menimbulkan kesan pengambilan kewenangan Dikti, karena itu dalam Rakernas PERADI RBA yang dilaksanakan di Kota Batu, Jumat (29/3) menjadi salah satu bahasan.

“Pertama sikap kita terhadap hal ini adalah PERADI RBA menghormati Permenristekdikti tersebut, organisasi kita tidak boleh menutup diri, kami tidak prejudice atau pun alergi Kemenristekdikti,” paparnya

PERADI RBA melihat interpretasi tidak sama persis seperti UU Sisdiknas dan UU Advokat, pendidikan di perguruan tinggi memang kewenangan dikti, namun ia menyesalkan terbitnya Permenristekdikti ini membuat pendidikan advokat di perguruan tinggi menjadi 3 tahun, artinya lebih mahal lagi.

Oleh karena itu, menurutnya hal ini harus diperbaiki, namun Luhut mengatakan kepada jajaran PERADI RBA agar tidak bertindak reaktif menyikapi terbitnya Permenristekdikti.

PERADI RBA setuju dengan adanya standart profesi tunggal pendidikan untuk menghindari pendidikan advokat yang abal-abal, karena itu PERADI RBA menawarkan double track system. Dimana pendidikan advokat bisa dilakukan lewat dua jalur yakni melalui Program Studi (Prodi) Advokat yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi dan jalur lainnya pendidikan advokat melalui organisasi advokat yang bekerjasama dengan perguruan tinggi. (Hmz/Ulm)