Dua Tahun Vakum, Susur Hulu Sungai Brantas Kembali Digelar PJT I

Dirut Perum Jasa Tirta I (PJT I) memberangkatkan tim Susur Hulu Sungai Brantas di Arboretum Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. (MVoice/M. Noer Hadi)

MALANGVOICE – Titik 0 atau hulu Sungai Brantas ditetapkan di Arboretum yang berada di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Penamaan Arboretum disematkan Menteri Kehutanan pada era 1984. Awalnya memiliki luas 2,5 hektare kemudian berkembang hingga 8 hektar.

Kekayaan keanekaragaman hayati di kawasan hulu Sungai Brantas perlu dijaga kelestariannya. Mengingat kawasan yang menjadi area resapan air ini kini banyak dialihfungsikan sebagai lahan pertanian tanaman semusim.

Perubahan alih fungsi lahan itu masif dilakukan masyarakat ketika awal era Orde Baru seiring kebijakan reforma agraria. Hingga akhirnya kini merembet dan di sekitar kawasan hulu, kini banyak beralih menjadi lahan pertanian.

Baca juga : Keunikan Spasial Kota Batu Terancam Lenyap Jika Pengelolaan Tata Ruang Amburadul

Dirut Perum Jasa Tirta I (PJT I), Raymond Valiant Ruritan menuturkan, padahal dulunya sebelum diluncurkan kebijakan reforma agraria, seluruh wilayah Desa Sumber Brantas merupakan kawasan hutan lindung dan perkebunan di wilayah bagian bawah.

“Maka sangat bermakna, jika dengan kekayaan hayati yang ada saat ini tetap dilestarikan. PJT I menabalkan Arboretum sebagai sumber mata air Sungai Brantas karena debit airnya stabil, baik musim kemarau maupun hujan,” papar Raymond.

Selaras dengan upaya menjaga ekologi Sungai Brantas, PJT I menginisiasi kegiatan Susur Hulu Sungai Brantas. Kegiatan untuk memetakan kondisi riil terkini Sungai Brantas dengan mengajak partisipasi masyarakat, khususnya-komunitas-komunitas yang memiliki kepedulian dengan persoalan lingkungan sungai.

Baca juga : PJT I Optimistis Tahun 2022 Momen Pulihkan Pendapatan Sektor Pariwisata

Susur Hulu Sungai Brantas digelar selama tiga hari mulai 22-24 Agustus yang terbagi dalam 6 etape. Etape pertama dimulai dari Arboretum hingga Bon 15. Etape kedua Bon 15 menuju Coban Talun dilanjutkan etape ketiga menuju DAM Prambatan.

Kemudian etape keempat dari DAM Prambatan menyusuri aliran sungai hingga Jembatan Bendo. Etape kelima dari Jembatan Bendo ke DAM Klerek dan berakhir di aliran sungai yang berada di sekitar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Raymond mengatakan, kegiatan semacam ini pernah dilakukan pada 2019 lalu hingga ke perbatasan Kota Malang. Namun selama dua tahun, yakni 2020 dan 2021 sempat vakum karena terhalang pandemi. Pada 2019 lalu diketahui ada belasan pembuangan sampah domestik di tepi sungai. Diperparah lagi limbah cair rumah tangga yang langsung dibuang ke sungai.

“Maka, ini mulai dipetakan ulang dan dibandingkan dengan 2019 lalu. Apakah tambah baik, masih tetap atau jangan-jangan lebih buruk. Segala persoalan di sepanjang aliran sungai diidentifikasi. Semacam sampah maupun limbah cair domestik, bangunan menerobos ruang sungai hingga sumber air,” papar dia.

Baca juga : Dewanti Mengernyitkan Dahi Mendengar Plesetan Kota Wisata Beton

Hasil Susur Hulu Sungai Brantas akan dilaporkan secara tertulis kepada pemda. Sehingga sajian data itu dapat dijadikan pijakan kepala daerah merumuskan kebijakan pemerintah yang berorientasi terhadap isu lingkungan yang menjaga kualitas ekologi ruang-ruang sungai.

Pemda melalui dinas terkait dapat berperan melalui keberpihakan anggaran. Semisal pembangunan tempat pembuangan sampah (TPS) ataupun membentuk bank sampah. Hal ini untuk mengatasi persoalan tumpukan sampah yang mencemari aliran sungai.

“Saya yakin data dan analisis lingkungan dari akademisi sudah ada untuk pemda. Cuma hal itu tidak akan bermakna, kalau tidak ada dorongan dari masyarakat. Karena ada bobot sosial dan penekanan mendalam kepada pemerintah,” tegas Raymond.(der)