Biar Hilang Ditelan Bumi

Tentu, aku merasa hidupku tidak pernah bahagia. Aku mencintai seorang gadis, dan dia membalas perasaanku dengan cara yang sangat gila. Apakah mungkin seorang lelaki bisa bahagia untuk itu? Dulu aku membayangkan bisa hidup normal bersama Jeni dan kami tak perlu terbenam dalam kisah-kisah persetubuhan gila. Kami hanya perlu jalan ke tempat-tempat romantis, dan kemudian terjadi perkenalan antar-keluarga, hingga aku pun resmi menjadi suaminya.

Pikiran tentang hidup normal, juga peran-peran tak tersangkal yang harus kulakoni demi memuaskan hasrat liar Jeni, membuatku tak tahan juga. Aku berharap di sekitar sini, suatu hari nanti, terjadi gempa bumi, sehingga kerak bumi retak dan menelan Jeni ke dalamnya. Aku benar-benar berharap kejadian buruk itu terjadi, meski mencintainya.

Setiap malam, ketika peran baru kumainkan, di kasur tersebut Jeni berbaring selagi menatapku penuh nafsu. Saat-saat macam itu, aku kira, adalah saat yang tepat apabila gempa bumi harus terjadi. Kubayangkan Jeni terperosok jatuh, ditelan bumi, lalu hilang selamanya. Kubayangkan itu dengan sempurna. Hanya saja, tak pernah ada gempa bumi dan peran yang kumainkan dari hari ke hari justru membuatku merasa akulah yang kini mati ditelan bumi. [ ]

KEN HANGGARA lahir di Sidoarjo, 21 Juni 1991. Menulis puisi, cerpen, novel, dan esai. Karyanya terbit di berbagai media lokal dan nasional.