Beberkan Kejanggalan di Tingkat Banding, Kuasa Hukum JEP: Ada Rekayasa Kasus Mengambil Alih Yayasan SPI

Kuasa Hukum JEP, Hotma Sitompul saat berkunjung ke SMA SPI Kota Batu. Ia mengklaim kasus kliennya itu direkayasa oleh pihak yang ingin mengambil alih pengelolaan yayasan. (MVoice/M. Noer Hadi)

MALANGVOICE – Pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI), Juliianto Eka Putra (JEP) menyandang status terpidana. Majelis Hakim PN Malang menjatuhkan vonis 12 tahun penjara. Selain itu, denda Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan serta membayar restitusi kepada saksi korban senilai Rp44.744.623.

Dalam amar putusan yang dibacakan pada 7 September lalu, majelis hakim menyatakan, JEP bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan tipu muslihat atau membujuk anak-anak untuk melakukan persetubuhan.

Meski demikian Hotma Sitompul selaku tim kuasa JEP bersikukuh kliennya tidak bersalah. Hotma berargumen kasus yang menimpa kliennya itu direkayasa oleh sejumlah pihak. Karena ada kepentingan tersembunyi untuk mengambil alih pengelolaan yayasan.

Baca juga : Majelis Hakim PN Malang Vonis 12 Tahun Penjara Terdakwa JEP

“Di balik kasus ini ada pihak-pihak yang memiliki keinginan buruk. Mereka mau menghancurkan terlebih dulu sebelum mengambil alih SPI,” sergah Hotma saat mengunjungi SMA SPI Kota Batu.

Baca juga : Divonis 12 Tahun Penjara, Terdakwa JEP Ajukan Banding

Atas dasar itu, Hotma menilai pihak-pihak tersebut melakukan penggiringan opini publik untuk menjatuhkan kliennya. Ia juga menegaskan, bahwa terdapat kejanggalan dalam perkara itu. Kejanggalan yang paling menjadi perhatiannya, yakni kasus ini baru dilaporkan sekitar 12 tahun lamanya dari kejadian.

Selain itu, kata Hotma, bukti yang disampaikan kepada penegak hukum hanya berdasarkan cerita atau tuduhan dari orang lain sehingga belum bisa dikatakan sebagai bukti nyata. Bahkan satu orang menyatakan bahwa tidak ada pemerkosaan atau pelecehan yang dilakukan kliennya.

Baca juga : JEP Divonis 12 Tahun, Tim Kuasa Hukum Beberkan Kejanggalan

“Tim kuasa hukum memutuskan menempuh banding atas putusan PN Malang. Bukti-bukti dan kejanggalan akan dibeberkan di tingkat banding. Saya tegaskan, klien kami belum bisa dikatakan bersalah sebelum ada putusan peradilan tingkat akhir di Mahkamah Agung,” tukas dia.

Di sisi lain, Hotma memberikan semangat kepada para peserta didik. Menurutnya, lembaga pendidikan semacam SMA SPI perlu dipertahankan. Ia tak ingin, menyangkutpautkan persoalan hukum dengan penyelenggaraan pendidikan. Sehingga para peserta didik bisa dapat mendapat layanan pendidikan tanpa harus terganggu dengan polemik yang ada di luar.

“Sekolah ini mulia, memberikan layanan pendidikan gratis kepada anak-anak tidak mampu. Tetap semangat belajar menuntut ilmu,” ujar Hotma.(end)