Ahli Kebijakan Publik dan Pakar Hukum UB Sarankan Pengesahan RUU KUHAP dan Kejaksaan Ditunda

MALANGVOICE- Ahli kebijakan publik FIA UB, Prof Andy Fefta Wijaya memberi usulan agar Revisi RUU Kejaksaan dan RUU KUHAP yang kini sedang ramai dibicarakan agar ditahan dulu atau tidak terburu-buru disahkan.

Hal itu disampaikan saat menjadi pembicara focus group discussion yang juga mengundang pakar hukum UB, Prof Sudarsono, Selasa (11/2).

Prof Andi mengatakan, perlu perbaikan menyeluruh agar RUU Kejaksaan dan KUHAP tidak menjadikan ketimpangan dalam sebuah lembaga atau instansi.

Usai Penetapan, Wahyu Hidayat Ajak Semua Pihak Bergandengan Tangan Bangun Kota Malang

“Ditahan dulu dan perlu diperbaiki. Jangan sampai RUU jadikan salah satu lembaga menjadi superbody, ini berhaya sekali. Kita perlu independensi kejaksaan dan polisi terwujud,” kata Andi.

Menurutnya RUU Kejaksaan dan KUHAP apabila dilihat lebih jauh bisa menjadikan pilihan bagi masyarakat dalam mencari penegakan hukum. Namun, perlu ada penempatan yang proporsional terkait kewenangan di antar instansi.

“Perlu adanya penempatan yang proporsional, kalau diteruskan akan gontok-gontokan tidak sehat. Makanya itu kami bantu jembatani,” katanya.

“Fungsi kita membantu agar semua RUU di tiap koridor bisa harmonis tertata,” Andi menambahkan.

Sementara itu, Prof. Sudarsono dari Fakultas Hukum UB menekankan penyusunan RUU harus didasarkan pada prinsip pembagian kewenangan yang proporsional. Ia menegaskan pentingnya agar setiap lembaga penegak hukum memiliki batasan dan peran yang jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih yang menghambat penegakan hukum.

“Revisi RUU harus mampu menyeimbangkan peran masing-masing institusi agar sistem hukum kita dapat berjalan dengan efisien dan adil,” tambahnya.

Prof. Sudarsono juga mendukung usulan untuk memasukkan lembaga pengawasan independen khusus bagi kejaksaan, dengan catatan lembaga tersebut disahkan dan diatur secara legal dalam UU, sehingga hasil pengawasan dapat secara nyata mempengaruhi kebijakan dan kewenangan kejaksaan.

Dengan penundaan dan perbaikan menyeluruh, diharapkan kedua RUU nantinya dapat mengakomodasi peran masing-masing lembaga penegak hukum dengan lebih tepat, serta mewujudkan sistem peradilan pidana di Indonesia yang lebih transparan dan akuntabel.(der)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait