Mendedahkan Tarian Langit, Harmoni Dialektika Agama dan Budaya

Agenda pameran seni rupa 'Tarian Langit' menampilkan karya-karya perupa dari berbagai daerah. Event ini salah satu rangkaian acara Kemah Kreativitas Nasional Budayawan dan Seniman Muhammadiyah yang digelar di Kota Batu. (MVoice/istimewa).

MALANGVOICE– Kemah Kreativitas Nasional Seniman dan Budayawan Nasional Muhammadiyah menjadi tonggak kebudayaan bagi organisasi Islam yang berlandaskan teologi Al-Maun tersebut.

Jalur kesenian yang terkandung dalam aspek kultural memiliki peran penting yang saling melengkapi dengan agama. Dua kutub tersebut dapat dikawinkan sebagai medium mewartakan nilai-nilai moral secara lentur nan lembut.

Ditelaah lebih mendalam, proses kreasi dalam berkesenian pun sejatinya, adalah sebuah ritual membangun nilai-nilai spiritual. Pendiri Muhammadiyah, Kyai Ahmad Dahlan menggunakan jalur kesenian dalam berdakwah mengabarkan kebajikan dan keindahan Islam.

Dialektika antara agama dan kebudayaan, termasuk seni di dalamnya, menjadi konstruksi meneguhkan entitas sekaigus mengaktualisasikan ideologi Muhammadiyah yang selaras di tengah hiruk pikuk kemajemukan budaya yang berkelindan di masyarakat.

Spirit itu ditampilkan dalam sebuah pameran seni rupa bertajuk ‘Tarian Langit’ yang digelar di Srengenge Art Space, Dewan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Batu. Gelaran itu bagian dari rangkaian agenda Kemah Kreativitas Nasional Seniman dan Budayawan Nasional Muhammadiyah. Sejumlah perupa menampilkan ragam rupa media meliputi lukisan, instalasi, panel hingga mix media art. Buah pemikiran para perupa tersebut merepresentasikan citra tentang warna dan pluralitas pemikiran Muhammadiyah yang dinamis.

Wakil Ketua Lembaga Seni (LSB) Muhammadiyah Kota Batu, Muchlis Arif mengatakan, ada 53 perupa dari berbagai penjuru dan seniman lokal Kota Batu. Partisipan pameran antara lain A. Rokhim, Aam Artbrow, Abdul Haris, Achmad Toriq, Agus Sujito, Akbar Mahadi, Akhmad Alfu R., Anwar, Badriy, Bambang Puyi, Barri, Chamil Hady, Chrysanti Anggie, Dadang Rukmana, Dedy Kukuh, Joeari Soebardja, Dyan Condro, Fadjar Junaedi, Fadjar Sutardi, Fahrur Rozi, Hadzrat M.M. Zulfikar, Heri Wahyudi (Tarmun), Isa Ansory, Joko Pramono (Jokpram), Jumaldi Alfi, Kana Fuddy Prakoso

Selain itu ada juga pelukis seperti Leni KM., M. Sobary, Muchis Arif, Medik, Muchlis Zahidy, N. Fitri, Nanang Yulianto, Noer Cholis, Nofi Sucipto, Raisa Hajar M., Rizqi Maulana, Romi Setiawan, S. Waeng, Salamun Kaulam, Sarwo Prasojo, Satuki, Sherlita Adita R., Sidik Ihwani, Sutan Gemilang, Sugeng Pribadi (Klemin), Supriono, Tamtama Anoraga, Tatang B.Sp, Toni Ja’far, Vidi Riyanto Avin, Watonisays, Winarno, Woro, dan Yusfianto.

“Pameran ini juga ditampilkan dalam realitas maya agar bisa dinikmati secara luas melalui ruang virtual. Hal ini sekaligus bukti konkrit, menegaskan dan menepis streotype bahwa Muhammadiyah tidak antiseni,” seru Arief yang juga seorang dosen jurusan Seni Rupa Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu.

Baca juga:
KoPPI Mendorong Sosok Perempuan Berani Maju Pilkada Kota Malang 2024, Dewanti atau Kris Dayanti?

TEE Center Satlantas Polresta Malang Kota Hadirkan Edukasi dan Simulasi Lalu Lintas

Fikih Kebudayaan Muhammadiyah, Integrasi Nilai Keislaman yang Relevan dengan Budaya Lokal

Agenda pameran seni rupa ‘Tarian Langit’ itu terasa seperti momentum langkah yang amat menarik. Seiring hadirnya tokoh berpengaruh dalam seni rupa Indonesia. Yakni kurator Istana Negara, Mikke Susanto. Serta perupa kontemporer lulusan Institusi Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Jumaldi Alfi. Perupa asal Sumatera Barat itu begitu piawai mengekspolrasi akar kultural Minangkabau. Presentasi artistiknya didasarkan pada renungan terhadap sejarah personal dan konteks sosiokultural yang berkelindan dengannya, termasuk spiritualitas.

Wakil Ketua LSB PP Muhammadiyah Kusen, MA. Ph.D. atau kerap disapa Kyai Cepu, menyebutkan keunikan agenda ini bukan hanya tertuju pada sosok Mikke dan Jumaldi Alfi. Melainkan juga sosok Cak Badri yang turut berpartisipasi menampilkan karyanya. Sosok Cak Badri begitu unik dan membawa nafas inklusivitas. Karena, meskipun seorang Muhammadiyah, Cak Badri ini seringkali melukis tokoh-tokoh Nahdatul Ulama (NU).

“Event ini merupakan peristiwa yang sangat langka. Bukan hanya di kalangan Muhammadiyah, tapi juga di kalangan seniman se-Indonesia. Banyak yang merindukan hal ini terjadi dan Alhamdulillah Lembaga Seni Budaya PP Muhammadiyah berhasil mewujudkannya dalam pameran Tarian Langit ini,” Wakil Ketua LSB PP Muhammadiyah Kusen, MA. Ph.D. atau kerap disapa Kyai Cepu.

Kyai Cepu menjelaskan, tema ‘Tarian Langit’ mengajak masyarakat untuk lebih mendalami sisi spiritualitas. Karena saat ini banyak masyarakat yang terlena pada sisi duniawi. Maka, pameran ini ingin menunjukan dan mengajak para seniman untuk melukis dengan asyik dan secara bersamaan juga mengingat Tuhan. Keasyikan-keasyikan itu digambarkan dengan ‘tarian’ dan ‘langit’ menjadi diksi pengikat agar seniman juga tidak melepaskan diri dari ketuhanan.

“Ini yang membedakan pameran ini dengan pameran lain. Pameran lain mungkin masih pada taraf ‘tarian dunia’, tapi pameran kami sudah membahas dan memikirkan tentang ‘tarian langit’. Pameran ini juga menjadi bentu spiritualitas Muhammadiyah yang tertuang dalam berbagai seni yang ada,” lanjut dia.

Pameran “Tarian Langit” ini, menurut Mikke Susanto bukan semata persoalan idea atau topik tentang apa yang ada dalam setiap lukisan para peserta. Dalam perspektif historis, pameran ini ingin mengatakan tentang kelahiran kembali eksistensi yang sempat meredup selama beberapa dasawarsa lalu. Jika dahulu ada lembaga Himpunan Seniman dan Budayawan Islam yang pernah berdekatan dengan organisasi Muhammadiyah pada dekade 1960an, kini meskipun dengan konsep yang berbeda, tetapi punya napas yang seiringan.

“Ini bentuk upaya baru untuk mengungkap jati diri para perupa yang memiliki orientasi yang sama dengan visi budaya Muhammadiyah. Harapan utama pameran ini terletak untuk tetap meletakkan hakikat hidup sebagai muslim melalui karya seni,” ungkap Mikke.

Menurut kurator istana itu, pameran ini bisa menjadi salah satu bentuk kemandirian Muhammadiyah untuk menunjukkan citra tentang warna dan pluralitas pemikiran yang dinamis. Dalam konteks sosial, pameran ini seperti sebuah tarian langit, tarian tanpa ada batas dan bisa tentang apa saja.

”Seperti awan di langit, kita menemukan hakikat bahwa manusia dapat membayangkan beragam citra dan nuansa sekaligus karena di langit secara bebas kita bisa menari-nari tanpa perlu ragu dan takut. Karena kita percaya atas ciptaan-Nya-lah kita dapat hidup damai bersama-sama dengan tetap ingat dan bertanggung jawab atas (apa yang) kita perbuat,” katanya.(der)

1 COMMENT

Comments are closed.