Marak di Facebook, Profauna Temukan 370 Kasus Perburuan Satwa Liar

Salah satu monyet yang berhasil diselamatkan Profauna (istimewa)

MALANGVOICE – Selain kasus perdagangan satwa liar yang mencapai 5.000 kasus, tahun 2015 lalu Protection Forest & Fauna (Profauna) Indonesia juga menemukan 370 kasus perburuan satwa liar.

Ironisnya, perburuan satwa liar ini justri terjadi di hutan lindung dan kawasan konservasi alam. Menurut Campaign Officer, Swasti Prawidya Mukti, hal ini sangat aneh padahal kawasan itu sudah dijaga tim keamanan.

“Kasus perburuan satwa liar di tahun 2015 cenderung semakin tinggi. Di wilayah Jawa Timur saja, Profauna mencatat sedikitnya ada 370 kasus perburuan satwa liar,” jelas Swasti melalui press releasenya.

Beberapa kawasan konservasi alam di Jawa timur yang rawan terjadinya perburuan satwa liar antara lain Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Taman Hutan Raya R Soerjo, Taman Nasional Bakuran, Taman Nasional Merubetiri, Hutan sekitar Gunung Ijen, Suaka Margasatwa Dataran Tinggi di Gunung Arjuna dan Gunung Kawi.

“Tahun 2015 saja, Profauna Indonesia menerima hampir 200 pengaduan dari masyarakat tentang adanya perburuan satwa liar. Lebih dari 90% pengaduan itu terkait dengan foto yang diunggah di media sosial, yang menampilkan pemburu beserta mangsa dan senjatanya,” tambah Swasti.

Ia menotal terdapat 15 kasus yang dilaporkan ke Profauna melalui email, SMS center, maupun telepon. Di antara 15 kasus yang ditindaklanjuti oleh Profauna, terdapat 4 kasus yang kemudian diproses hukum oleh aparat.

Yaitu, kasus pembantaian kucing hutan yang fotonya diunggah ke Facebook oleh akun Ida Tri Susanti yang berdomisili di Jember. Kasus pembantaian beruang madu yang dikuliti, dan fotonya diunggah ke Facebook oleh akun Ronal Cristoper Ronal di Kalimantan Timur.

Kemudian kasus pembunuhan Harimau Sumatera yang foto-fotonya diunggah ke Facebook oleh akun Manullang Aldosutomo dari Sumatera Utara. Kasus pembunuhan dan pembakaran primata yang fotonya diunggah ke Facebook oleh akun Polo Panitia Hari Kiamat yang berdomisili di Kalimantan Tengah.

“Mahasiswa dan anak muda adalah generasi terdidik tetapi mereka justru menunjukkan perilaku yang tidak beretika dalam menyayangi satwa. Rosek menilai bahwa generasi muda saat ini minim budi pekerti terlebih tentang cara mencintai alam dan lingkungan,” tambah Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid.